Review Suzzanna Bernapas Dalam Kubur (2018) : Bangkitkan Ratu Horror Indonesia Dalam Rupa Sundel Bolong Yang Melegenda

Sutradara: Rocky Soraya, Anggy Umbara

Penulis Skenario : Bene Dion Rajagukguk

Pemain : Luna Maya, Herjunot Ali, Verdi Solaiman, Teuku Rifnu Winaka, Alex Abbad, Kiki Narendra, Opie Kumis, Asri Welas, Ence Bagus, Clift Sangra

Genre : Horror, Drama, Komedi





"Apakah filmnya seram?" Pertanyaan tersebut kemudian muncul setelah kredit bergulir, pertanda bahwa film produksi Soraya Intercine itu telah selesai melewati 2 jam durasinya, seketika itu pula teman-teman lantas bertanya kepada Saya "bagaimana filmnya?" well jawaban Saya tentu "filmnya bagus, tapi..."
Ya, ada rasa kecemasan ketika melihat orang-orang Kita mencoba mencari jutaan penonton lewat produk remake, reboot, reborn apapun itu sebutannya seperti yang sudah terjadi pada "Warkop DKI" dan "Pengabdi Setan", Saya percaya bahwa tidak ada salahnya ketika para filmmaker mencoba mendaur ulang produk yang telah melegenda untuk kembali dipertontonkan kepada khalayak luas generasi millennial, bahkan di ranah Hollywood sana formula remake ini sudah banyak dilakukan, masalahnya terkadang ambisi para filmmaker dalam mendaur ulang sebuah film "bagus" itu tidak dibarengi dengan kesetaraan kualitas seperti yang telah dimiliki oleh film pendahulunya. Dalam beberapa kasus (jika beruntung) film remake, memang bisa mencapai kesuksesan kritikal sama seperti yang dialami oleh film originalnya, lihat bagaimana Zack Snyder mengubah ratusan mayat hidup buatan George A. Romero menjadi pasukan zombie yang berlari dengan cepat mengejar mangsanya dalam "Dawn of the Dead" (2004) atau "The Last House on the Left" (2009) karya Dennis Iliadis yang mampu menyempurnakan sisi produksi film terdahulunya yang berbudget rendah, namun dari segelintir kasus sukses dalam me-remake sebuah film, parahnya ada banyak kasus daur ulang yang gagal dalam menyampaikan rasa dan tujuan dari film terdahulunya, itulah sebabnya sampai saat ini Saya (mungkin termasuk Lo juga) cemas-cemas tak karuan ketika mendengar kabar bahwa film kesayangan Lo bakal jadi korban remake, hal sama tengah terjadi pada Saya ketika beberapa hari yang lalu melihat kotak mainan Buddi dipojokan ruang tamu, duh si Chucky akhirnya kena juga!

Mau tidak mau, suka tidak suka, film dengan potensi komersial yang cukup besar pasti suatu saat nanti akan diremake, direboot, direborn, di-live-action-kan entah tujuannya memang malas nulis cerita yang fresh, ingin mencari untung besar semata atau memang sungguh-sungguh ingin membuat ulang film kesukaan agar bisa mencapai level kesempurnaan seperti yang Joko Anwar telah lakukan lewat "Pengabdi Setan". Sebuah produk daur ulang, tentu akan berhasil bila ditangani oleh orang yang tepat, melihat projek terbaru Soraya Intercine dalam membangkitkan sang ratu horror Indonesia dari kuburnya (Yap, siapa lagi kalau bukan Suzzanna) memang menimbulkan rasa kekhawatiran yang teramat dalam. Pertama, Rocky Soraya selaku sutradara, meskipun sudah mampu membuat film horror dengan kualitas produksi jempolan, film-film horror Rocky belum ada yang bisa membuat Saya ngompol dicelana. Kedua, Anggy Umbara, I never seen any of His movies bruh, lets face the truth : film ini akan menjadi film horror pertamanya bukan? Kecuali kalau Lo menghitung film zombie-zombie-an Unggara sebagai bagian dari film horror, jadi mampukah kedua sutradara yang sudah beberapa kali mencetak box office ini kembali mengangkat nama Suzzanna ke tempat yang semestinya? Yaitu tahta ratu horror Indonesia.
Lalu, kembali pada pertanyaan paling mendasar yang sudah Saya ucapkan diatas "Apakah filmnya seram?"




Well, apa tujuan Lo datang ke bioskop untuk menonton "Suzzana Bernapas Dalam Kubur"? Apakah ingin melihat transformasi Luna Maya sebagai Suzzanna? Sekedar bernostalgia, atau memang ingin mencari keseraman yang maksimal? bagi Saya, film Suzzanna racikan Rocky juga Anggy ini tidak cukup seram untuk membuat Saya bergidik ketakutan, namun kembali lagi, rasa takut setiap orang itu berbeda-beda karena semua orang tidak bisa ditakut-takuti dengan hal yang sama, ada yang takut sama kecoa namun ada juga yang dengan mudahnya menendang si kecoa keluar dari kamarnya, ketika "Sebelum Iblis Menjemput" menakut-nakuti penonton lewat terror tiada henti, "Kafir : Bersekutu Dengan Setan" justru membuat penonton ketakutan secara perlahan lewat atmosfir yang dihadirkan, ada juga "Bisikan Iblis" yang dengan terus-terusan menggedor penonton lewat serentetan jump scare menakutkan plus scoring hardcore yang membuat penonton auto jantungan (untuk yang ini Gue cuma bercanda!).
Boleh bilang seram boleh juga bilang tidak cukup seram, "Suzzanna Bernapas Dalam Kubur" sejatinya bukanlah sebuah film nol kualitas layaknya film horror lokal kebanyakan, projek untuk melahirkan kembali sosok Suzzanna sudah berada ditangan orang-orang yang tepat.




Durasinya yang cukup panjang akan dimanfaatkan oleh duo Rocky-Anggy untuk kembali membangun karakter Suzzanna yang diperankan oleh Luna Maya, transformasi luar biasa yang dilakukan oleh pihak studio untuk kembali melahirkan sosok Suzzanna adalah kesungguhan bahwa "Bernapas Dalam Kubur" bukan hanya ingin mencapai kesuksesan komersil semata namun juga ingin membuktikan bahwa film ini bukan tong kosong yang nyaring bunyinya. "Bernapas Dalam Kubur" sendiri, layaknya film Suzzanna kebanyakan akan menggabungkan unsur horror dan komedi yang akan saling berkesinambungan dimana bagian horrornya akan menakut-nakuti penonton seraya karakter dalam filmnya meluncurkan aksi yang cukup mengundang gelak tawa bahkan ketika bagian horror-nya sedang berjalan. Kredit terbesar memang ditunjukkan kepada Luna Maya yang berhasil memerankan karakter Suzzanna dengan begitu apik tanpa keraguan, disisi lain lawan main utamanya, Herjunot Ali yang berperan sebagai suami Suzzanna belum cukup mampu membangun chemistry yang mendalam dengan karakter yang Luna Maya perankan, terkadang pertemuan keduanya yang seharusnya bisa menambah rasa yang lebih terhadap filmnya harus berakhir dengan kata "biasa saja", dialog yang cukup baku ditambah penjiwaan Ali sebagai sosok suami penyayang Saya rasa masih belum terlihat lugas sepenuhnya, terlebih kehadiran Ali hanya ada pada bagian awal dan kembali muncul pada babak penyelesaian, sosok Satria yang seharusnya juga mampu bersinar penuh layaknya karakter Suzzanna malah tenggelam oleh kehadiran trio Opie Kumis, Asri Welas dan Ence Bagus yang masing-masing berperan sebagai pembantu di rumah Suzzanna, kemunculan ketiganya harus Saya akui sebagai salah satu bagian yang paling menarik selain dari karakter utama film ini sendiri, pelengkap yang konyol dan menghibur untuk film horror-drama-komedi dengan alur yang cukup merangkak ini.




Kehadiran "Bernapas Dalam Kubur" tentu saja mampu sedikit mengobati kerinduan akan sosok Suzzanna, mengingatkan Kita bahwa film horror jaman dahulu datang bukan sekedar hanya untuk menakut-nakuti penontonnya saja namun juga mampu menjadi tontonan yang sangat menyenangkan sekaligus menghibur bagi para penikmatnya, "Bernapas Dalam Kubur" jelas telah sukses membangun homage untuk film-film sang ratu horror Indonesia, mengeluarkan ruh Suzzanna sebagai sundel bolong ke dalam jiwa Luna Maya dalam peran horror terbaiknya. Cara yang kemudian dilakukan oleh Rocky juga Anggy dalam menakut-nakuti penonton pun masih tidak terlepas dari film-film terdahulu Suzzanna, cekikikan khas serta pelototan mata Luna Maya yang mematikan pertanda bahwa Suzzanna merupakan ratu horror-nya Indonesia, tidak luput pula unsur splatstick yang cukup eksplisit menghiasi pembalasan dendam arwah sundel bolong yang gentayangan, ditambah dengan penyajian filmnya yang terbilang cukup memuaskan dari segi produksi, cinematography serta scoring menjadikan "Suzzanna Bernapas Dalam Kubur" sebagai film yang megah dan berkelas, hanya saja Saya merasa beberapa bagian horror dalam film ini masih kurang menggigit dan kurang membekas, padahal ada pendeskripsian yang dilakukan oleh filmnya lewat salah satu adegan ketika mbak Suzzanna dan ketiga pembantunya menonton layar tancep : "para penonton era 80-an sontak menutup mata ketakutan ketika menonton film mendiang Suzzana".



Rate : 3/5

Comments

Popular posts from this blog

Review Mata Batin 2 (2019) : Film Horror Berisik Yang Mengusik

Review Jaga Pocong (2018) : Semua Berjalan Baik-Baik Saja Hingga Bagian Ending Merusak Segalanya

Review Kafir : Bersekutu Dengan Setan (2018) : Horror Mencekam Dengan Visualisasi Yang Memukau

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review The Knight and the Princess (Al Faris wal Amira) (2019) — San Diego AFF 2020