Review Jaga Pocong (2018) : Semua Berjalan Baik-Baik Saja Hingga Bagian Ending Merusak Segalanya

Sutradara : Hadrah Daeng Ratu

Penulis Skenario : Aviv Elham

Pemain : Acha Septriasa, Zack Lee, Jajang C. Noer, Aqilla Herby

Genre : Horror





*Mengandung Beberapa Spoiler*


Kemunculan film "Jaga Pocong" yang bisa dibilang mendadak memang mencuri perhatian. Selain karena rasanya sudah lama tidak ada hantu pocong yang main ke bioskop, "Jaga Pocong" karya Hadrah Daeng Ratu ini juga menjadi penanda kembalinya rumah produksi Maxima Pictures (Tali Pocong Perawan, Suster Keramas) ke ranah horror setelah lama vakum sejak perilisan "Air Terjun Pengantin Phuket" di tahun 2013, bersama dengan rumah peranakannya Unlimited Production (Nenek Gayung, Sawadikap) dan Spectrum Film, ketiga rumah produksi ini mencoba kembali membawa sosok hantu pocong yang sudah lama dianggap mengganggu karena terlalu sering muncul di bioskop beberapa tahun silam. Apa-apa sekarang judulnya pocong! Gue Bukan Pocong, Gue cuman Mr. Bean (kawe) yang Kesurupan Depe, gak sengaja Kepergok Pocong pas datang ke rumah susun Pocong Ningsih yang Minta Kawin, Poconggg khann Juga Pocong shay... Mereka memang Bukan Pocong Biasa, Mereka pocicu alias pocong banci lucu yang benar-benar sangat mengganggu! Ada Apa sih Dengan bencong? Eh Pocong!, belum lagi kemunculan para pocong yang seharusnya menyeramkan seperti yang telah "Pocong 2" gambarkan, malah berbanding terbalik ketika Nayato dan kawan-kawan memperlakukan para pocong dengan semena-mena, mengubah kodrat si pocong dari yang loncat-loncatan menjadi ngesot-ngesotan di lantai sampai membuat martabat pocong yang seram itu dilecehkan lewat pocong banci ngondek yang dikentutin almarhum Olga Syahputra, Gue sudah lelah dengan segala pocong-pocong-an yang ada di bioskop (pengecualian untuk pocong berkafan kain sarung buatan Helfi Kardit, Gue suka banget!) dan ketika "Jaga Pocong" muncul secara tiba-tiba, kalau Gue tidak salah kurang lebih satu bulan sebelum filmnya dirilis, menimbulkan pertanyaan besar, apakah kemunculan kembali salah satu anggota perhimpunan PPJH (Pocong Pocong Juga Hantu) ke bioskop akan memperbaiki citra keseraman pocong yang sudah lama diinjak-injak oleh Nayato dan kawan-kawan? Bisakah "Jaga Pocong" menjaga martabat pocong sebagai salah satu dedemit lokal paling menyeramkan?

Gue bukan meragukan kemampuan Maxima Pictures untuk berubah, sebelumnya lewat rumah produksi Unlimited, mereka setidaknya bisa lebih serius ketika menggarap "Tali Pocong Perawan 2". Namun, walaupun mempunyai tampilan yang menjanjikan, termasuk trailernya yang memperlihatkan Acha Septriasa loncat dari jendela, "Jaga Pocong" tetaplah sebuah film horror yang mengundang gelak tawa, bukan karena judulnya saja yang terdengar nyeleneh, tagline filmnya yang berbunyi "Semua Akan Jadi Pocong Pada Waktunya" juga kembali menimbulkan pertanyaan besar, ini horror yang serius atau horror yang kacrut?




Seperti judulnya, "Jaga Pocong" akan menceritakan seorang suster bernama Mila (Acha Septriasa) yang dikirim ke sebuah rumah "terpencil" untuk menangani pasiennya, Sulastri (Jajang C. Noer). Setiba disana, Mila harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa Ia harus menjaga mayat Sulastri selama anaknya, Radit (Zack Lee) pergi mengurus perizinan pemakaman ibunya yang tidak lama meninggal sebelum suster Mila datang. "Jaga Pocong" nantinya akan mengajak kita bermain-main bersama Mila di rumah gedong milik Sulastri, memandikan jenazahnya, mengkafaninya hingga Ia harus berjuang menyelamatkan Novi (Aqilla Herby), anak Radit yang terbang melayang-layang dibawa pocong. Gue bukan berniat untuk melucu, isi dari "Jaga Pocong" tidak ada lucu-lucunya sama sekali, film ini mampu membuat Gue bergidik sejak Mila masuk ke dalam rumah Sulastri. Setidaknya film yang Gue sebut menjanjikan ini memang telah menepati janjinya, meneror penonton dengan sosok pocong yang menyeramkan, aura yang dihadirkan memang tidak main-main dan benar-benar mengusik ketenangan jiwa, Hadrah sukses telah mengubah sebuah rumah yang merupakan satu-satunya setting utama dimana film ini nantinya akan berpusat menjadi sebuah kuburan yang ciptakan rasa tidak nyaman, Gue akui semua itu berjalan cukup baik, Gue hampir saja akan memasukkan film ini kedalam film horror lokal tahun 2018 yang patut untuk diperhitungkan, hingga pada akhirnya bagian ending "Jaga Pocong" merusak segalanya. Maaf Non Hadrah, tapi Gue harus mengatakan bahwa "Jaga Pocong" merupakan film horror yang benar-benar bodoh dan tidak masuk akal.

Acha Septriasa memang alasan terbesar mengapa Gue datang ke bioskop untuk menonton "Jaga Pocong". You know, tidak semua pelakon layar lebar di Indonesia ingin bermain film horror, lihat bagaimana Chelsea Islan dan Pevita Pearce akhirnya mengambil keputusan dengan bermain film horror pertama mereka, hasilnya adalah "Sebelum Iblis Menjemput" yang tidak mengecewakan. Aktris berbakat macam Acha ini memang tidak perlu lagi diragukan kemampuannya dan fakta mengatakan film ini merupakan film horror kedua Acha setelah bermain dalam film slasher "Midnight Show" tahun 2016 silam dimana Zack Lee juga turut andil sebagai cameo di akhir filmnya. Dalam "Jaga Pocong", karakter yang Acha perankan bukan hanya sekedar berfungsi untuk menyampaikan cerita yang ingin filmnya sampaikan, karakter Mila yang dikisahkan memiliki rasa kasih sayang yang besar terhadap anak-anak juga mampu mentransfer aura kengerian yang telah filmnya ciptakan, Gue katakan Acha memang bermain dengan sangat baik dalam film ini, Acha mampu membuat penonton merasakan apa yang sedang dialami oleh Mila, karakter yang lemah, ketakutan namun punya rasa kepedulian yang besar, Acha merupakan faktor yang membuat Gue terjaga dari rasa kantuk ketika menonton "Jaga Pocong". Bukan tanpa alasan, Gue tahu sejak awal "Jaga Pocong" memang sedang berusaha menyusun teka-teki untuk pelemparan twist di akhir filmnya, ada beberapa alasan yang melandasi pikirkan Gue ketika menonton "Jaga Pocong" :

1. Karakter Mila sejak awal memang digiring secara sepihak untuk terjebak dalam situasi tak mengenakan
2. Rumah Sulastri penuh dengan misteri, dimana letak rumah ini sehingga tidak ada satupun warga yang datang untuk melayat dan mengurusi jenazah Sulastri? Apakah rumahnya berada di tengah hutan? Ah, ngaco lu tif!
3. Penghuni rumahnya jauh lebih misterius dibanding letak rumah Mereka, Radit si cowok kulkas ini "tega" meninggalkan jenazah ibunya di dalam rumah dan dijaga oleh Mila, well... at least, Dia seorang perawat bukan? But what the hell with Novi?

Jangan terlalu berfikiran jauh, walaupun Gue punya banyak kecurigaan untuk "Jaga Pocong", ide yang diusung oleh Aviv Elham ini bisa disebut cermerlang, pernahkah Elo membayangkan menjaga pocong sendirian di dalam rumah? Ide yang benar-benar menarik, dieksekusi dengan cukup baik namun skenario yang ditulis olehnya ini belum bisa membuat "Jaga Pocong" sebagai film horror yang mengagumkan.




40 menit pertama "Jaga Pocong" merupakan sebuah perjalanan yang menyeramkan, Hadrah mampu mempermainkan psikologis penonton dengan baik lewat penggunaan suara "gebruk gebruk" ala-ala pocong loncat, adegan dimana Mila sedang mengkafani Sulastri juga merupakan sebuah kengerian tersendiri terlebih ketika Hadrah kembali mempermainkan psikologis penonton lewat kapas dan tali pocong yang terlepas sendiri, hingga pada akhirnya mayat Sulastri lenyap penuh misteri. Ketika Hadrah mulai menggenjot penonton lewat penampakan pocong, beberapa memang kurang berhasil membuat Gue ketakutan, namun sebagiannya lagi merupakan mimpi buruk buat Gue, setidaknya adegan dimana si pocong pamer muka di tangga dan adegan dimana si pocong tiba-tiba jatuh dari atas merupakan kesuksesan besar untuk mengangkat kembali pocong sebagai salah satu hantu paling menyeramkan yang pernah ada, adegan kedua yang Gue sebut benar-benar sebuah mimpi buruk yang sudah lama menyambangi alam mimpi masa kecil Gue (yaelah malah curcol).

Ya, satu-satunya masalah pada "Jaga Pocong" merupakan bagian endingnya. Gue terkejut ketika film ini malah dengan terang-terangan mengatakan bahwa si pocong merupakan penghuni rumah Sulastri, mengubah bocah cilik Novi menjadi Laksmi muda yang kemudian merangkak-rangkak di tembok ala-ala film Exorcism, loncat sana loncat sini berusaha menyerang suster Mila. Setelah itu "Jaga Pocong" bagai terjun bebas dari lantai 2 rumah Sulastri, jatuh dan mulai tak bertenaga. Ini semua tentang twist-nya, sebagian orang mengatakan ini mirip "The Skeleton Key", Gue tidak mencoba untuk membanding-bandingkan keduanya karena Gue belum pernah menontonnya. Twist yang dirancang oleh Aviv benar-benar tidak masuk di akal, Aviv yang sebelumnya juga menulis skenario film "Arwah Tumbal Nyai : Part Arwah" dan "Tali Pocong Perawan" mungkin ingin menciptakan sebuah horror yang tak biasa, sulit diterima nalar dan bertolak belakang dengan kenyataan, namun Aviv sendiri rasanya terlalu malas untuk menulis dan menjelaskan alasan yang lebih logis, Gue sempat bertanya-tanya mengapa suster Mila di jam pulangnya harus tetap bekerja dengan datang ke salah satu rumah pasien, apakah tidak ada suster lain yang sanggup datang kesana? Pertanyaan sederhana Gue tiba-tiba disumpel dengan jawaban karena memang harus Kamu. Jadi, ketika pertanyaan-pertanyaan kembali bermunculan mengikuti twist yang Aviv berikan pada paruh akhir filmnya, Gue juga tidak kaget lagi ketika Aviv memberikan jawaban yang sama.
Bukan hanya itu, serentetan kejadian mistis dan gangguan pocong dalam film ini juga malah menjadi tak berguna ketika Aviv tidak menjelaskan secara detail, siapa yang jadi pocong? apakah Dia datang untuk memberi petunjuk bagi Mila? jadi si kecil Novi ini memang pandai akting, di awal ketakutan namun di tengah-tengah malah kesurupan, lalu sebenarnya ada di pihak mana si pocong ini? dan kemudian kemana si pocongnya pergi?




"Jaga Pocong" walaupun sudah bisa sedikit menaikan kembali martabat pocong sebagai hantu terseram bagi sebagian masyarakat Indonesia, tetap belum bisa menjaga level kengerian yang ditampilkan hingga filmnya selesai. "Jaga Pocong" ini bisa dikategorikan sebagai film yang membuat kepala gegar otak karena trauma dibuatnya olehnya.
Seharusnya dari awal Gue percaya bahwa "Jaga Pocong" merupakan film yang menggelikan, walaupun judulnya masih tepat sasaran, tagline filmnya yang berkata "Semua Akan Jadi Pocong Pada Waktunya" benar-benar tak dapat diterima oleh nalar.



Rate 2,5/5

Comments

  1. film "bukan pocong biasa" tahun 2011 yang seharusnya berlatar suasana seram dan mencekap tapi diadaptasi dengan suasana yang luc, untuk detailnya https://jurnalfilm.com/review-film-lucu-bukan-pocong-biasa/

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review Mata Batin 2 (2019) : Film Horror Berisik Yang Mengusik

Review Kafir : Bersekutu Dengan Setan (2018) : Horror Mencekam Dengan Visualisasi Yang Memukau

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review The Knight and the Princess (Al Faris wal Amira) (2019) — San Diego AFF 2020