Review Kafir : Bersekutu Dengan Setan (2018) : Horror Mencekam Dengan Visualisasi Yang Memukau


Sutradara : Azhar Kinoi Lubis

Penulis Skenario : Upi, Rafki Hidayat

Pemain : Putri Ayudya, Rangga Azof, Nadya Arina, Indah Permatasari, Teddy Syach, Sudjiwo Tedjo

Genre : Horror





Film horror nampaknya masih menjadi tontonan primadona kebanyakan masyarakat Indonesia. Terbukti bulan Agustus ini saja, 5 film horror lokal tayang secara serentak di bioskop tanah air, 2 diantaranya telah dirilis 2 Agustus lalu. Dari daftar 15 film Indonesia terlaris tahun 2018 yang gue tampung dari filmindonesia.or.id (hingga tulisan ini dibuat), 8 diantaranya merupakan film horror. Dengan "Danur 2 : Maddah" menempati posisi kedua dengan perolehan jumlah penonton sebanyak 2.572.133 orang, disusul "Jailangkung 2" yang menempati posisi keempat dengan perolehan sebanyak 1.498.635 penonton. "Sabrina" dan "Kuntilanak" reboot masing-masing menempati posisi lima dan enam, "Rasuk" diposisi sembilan, "Sajen" diposisi sebelas, sementara "Alas Pati" dan "The Secret : Suster Ngesot Urban Legend" berada diposisi empat belas dan lima belas dengan perolehan jumlah penonton masing-masing diatas 600.000 penonton, ini membuktikan bahwa film horror merupakan ladang emas bagi para pembuat film di Indonesia. Setiap tahunnya memang banyak film horror yang dibuat, namun pertanyaannya adalah berapa banyak yang bisa dikategorikan sebagai horror berkualitas? Tontonan horror berkualitas yang dimaksud itu ya soal tingkat keseramannya. Dalam review "Sajen", gue pernah bilang bahwa film horror itu tidak butuh pesan-pesan moral, itu hanyalah nilai plus saja, lain halnya dengan "Kuntilanak" reboot yang sudah mencoba untuk tampil seram namun gagal, yang sudah mencoba tampil seram saja masih bisa gagal, apalagi film horror yang sama sekali tidak berusaha untuk tampil seram? Niat saja memang tidak cukup untuk membuat tontonan horror berkualitas, jump scare dan penampakan hantu yang dimunculkan itu bukan sebuah kepastian bahwa film horror itu bisa disebut seram, harus ada kesabaran dalam mengolah cerita untuk mendapatkan atmosfir yang tepat. Walaupun tanpa ada banyak jump scare dan penampakan hantu yang muncul, "Hereditary" masih bisa tampil seram kok, sama halnya dengan "Kafir : Bersekutu Dengan Setan" arahan Azhar Kinoi Lubis yang sudah bisa dikategorikan sebagai film horror berkualitas.


Awalnya Gue menyangka bahwa film ini adalah remake dari film Kafir-nya Mardali Syarief, karena Sudjiwo Tedjo kembali menjadi dukun santet walaupun dengan nama karakter yang berbeda. Berhubung belum pernah menonton film yang dirilis tahun 2002 itu, Gue tidak mau berasumsi banyak.
Malam itu sedang turun hujan badai, namun suasana nampak terasa hangat di meja makan, Ibu (Putri Ayudya) memasak gulai ayam favorit bapak (Teddy Syach), Ia makan dengan begitu lahap hingga tiba-tiba Ia merasa kesakitan dan mulai mengalami muntah darah, sebelum Ia meninggal sebuah beling keluar dari mulutnya. Setelah kejadian itu, sang Ibu juga mulai mengalami hal-hal mengerikan, keanehan bertambah ketika dukun kampung Jarwo (Sudjiwo Tedjo) juga meninggal secara misterius. Andi (Rangga Azof) dan Dina (Nadya Arina) sebagai anak tentu saja tidak ingin Ibunya juga mengalami hal yang sama. Apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarga harmonis ini?
Kinoi memang bukan nama baru dalam perindustrian film lokal, Ia sempat menjadi asisten sutradara untuk film "Saus Kacang", "Serdadu Kumbang" dan "Soegija", Ia juga telah beberapa kali membuat film bergaya klasik seperti "Jokowi" dan "Surat Cinta Untuk Kartini", jadi bisa dibilang "Kafir" ini memang berada dalam arahan yang tepat, apalagi ada nama Upi disana sebagai produser kreatif dan penulis skenario bersama Rafki Hidayat. "Kafir" bukan hanya menang untuk urusan penceritaan saja namun juga tampil gemilang dengan gambar-gambar memukau dibalut scoring yang mencekam, visualisasi menarik yang Kinoi tampilkan berbaur cukup solid dengan keseraman yang dihadirkan. "Kafir" memang bukan tipe film horror pengumbar jump scare, jika Kalian berharap akan mendapatkan adegan-adegan yang bikin badan tergaket-kaget maka "Kafir" memang bukan tipe tontonan untuk Anda, atau memang Anda merupakan tipe penonton film horror yang dengan mudah bilang suatu film itu seram hanya karena disuapin jump scare dengan sound menggelegar ala filmnya Jose Poernomo atau Nayato, karena sesungguhnya "Kafir" itu memang film horror lokal yang berbeda, dibuat dengan sebuah niat kuat dan usaha maksimal untuk mendapatkan tontonan yang mengerikan.


Seram atau tidak seram itu memang relatif, tidak semua orang bisa ditakut-takuti dengan cara yang sama, apalagi untuk "Kafir" yang punya cara sedikit berbeda dari film horror lokal kebanyakan dengan tidak menampilkan jump scare murahan. "Kafir" memang tahu betul akan pembangunan atmosfir, selain dibantu oleh skenario, setting, color grading, dan sinematografi yang memukau, unsur paling penting yang membuat "Kafir" berhasil adalah kesabaran.
Kinoi dengan teliti menceritakan kisah keluarga yang awalnya harmonis namun kemudian sedikit demi sedikit mengalami kehancuran, Ia tak berlebihan dalam menceritakan beberapa sub plot yang ada dalam filmnya sehingga tak mengganggu terhadap apa yang menjadi inti cerita. Hasil dari kesabaran tersebut mampu membuat penonton masuk kedalam suasana keluarga Pak Herman dan membuat perasaan penonton mulai tidak nyaman serta menghasilkan suasana yang mencekam. Cara yang "Kafir" pakai untuk menakut-nakuti penonton masih bisa dibilang tetap efektif, bahkan panci yang tiba-tiba jatuh sendiri pun terasa sangat menyeramkan, terlebih-lebih ketika si Jarwo bangkit dari kubur dan datang sembari membaca ayat kursi, level kengeriannya sudah mencapai ambang batas dan membuat keringat bercucuran.


Gue juga harus berterima kasih kepada sinematografer Yunus Pasolang, berkat dirinya "Kafir" bukan hanya pantas disebut sebagai film yang seram saja, namun juga pantas disebut sebagai sebuah karya yang indah. Gambar-gambar yang ditampilkan benar-benar memikat mata, tak henti-hentinya Gue terkagum-kagum akan visualisasi film "Kafir", benar-benar indah dan mencekam. Bahkan sup ayam yang dibuat Ibu saja terlihat sangat lezat dengan sedikit minyak yang mengambang di atasnya, padahal Gue paling gak suka sama sup ayam (this is not a joke).
Dengan segala kelebihan yang "Kafir" miliki, seharusnya "Kafir" mampu menjadi salah satu film horror unggulan tahun ini, namun usaha yang telah Kinoi bangun dari awal harus hilang karena ending yang kurang maksimal, film horror slow burn (yang sadar atau tidak sadar : mencekam), seharusnya bisa membuat penonton keluar dari dalam bioskop dengan pikiran yang kacau dan rasa depresi yang berlebihan, karena film horror itu memang tidak harus dibuat dengan ending yang menyenangkan, terkadang rasa kekecewaan penonton (akan endingnya) dan unsur dark yang hadir diakhir film akan membuat penonton lebih susah untuk move on.
"Kafir : Bersekutu Dengan Setan" memang bukan film horror Indonesia terseram yang pernah Gue tonton, "Pocong 2" dan "Pintu Terlarang" tentu jauh lebih menyeramkan. Namun diantara banyaknya film horror lokal yang dirilis tahun ini, "Kafir" akan mendapatkan salah satu tempat spesial di hati.



Rate : 3,5/5

Comments

Popular posts from this blog

Review Mata Batin 2 (2019) : Film Horror Berisik Yang Mengusik

Review Jaga Pocong (2018) : Semua Berjalan Baik-Baik Saja Hingga Bagian Ending Merusak Segalanya

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review The Knight and the Princess (Al Faris wal Amira) (2019) — San Diego AFF 2020