Review The Witch in the Window (2018) : Menyeramkan Dan Indah Di Waktu Yang Bersamaan

Sutradara : Andy Mitton

Penulis Skenario : Andy Mitton

Pemain : Alex Draper, Charlie Tacker, Arija Bareikis, Greg Naughton, Carol Stanzione

Genre : Horror





Sudah lama rasanya Gue tidak merasakan sensasi nonton sehebat ini di bioskop, dikala film-film horror dari rumah produksi kenamaan Hollywood seperti "The Nun" dan "The Predator" tampil kurang memuaskan seakan terbayang-bayangi oleh predecessornya, sebuah film indie yang jauh dari radar Gue tiba-tiba masuk ke dalam bioskop lokal, awalnya sih Gue berniat membuat ulasan film ini tepat ketika filmnya masih nangkring di bioskop akhir nopember lalu, setidaknya kan Gue bisa berbagi curhatan kepada penonton lain (kalau ada yang baca itu juga) supaya ikut menyaksikan betapa mengerikannya film horror yang satu ini. Yah, namun karena beberapa faktor real life yang menjenuhkan (alias sibuk banget), tulisan yang sudah rampung setengah jalan ini pun harus tertimpa oleh film horror lokal "Arwah Tumbal Nyai : Part Nyai" yang tayang seminggu setelahnya, and you know film jelek itu memang lebih menyenangkan untuk dibahas dan buat Gue sendiri proses penulisannya bisa dua kali lebih cepat hahaha, jadilah review "The Witch in the Window" ini harus nge-bangke didraft hingga berminggu-minggu lamanya.

Tahun ini, layaknya tahun-tahun sebelumnya dimana horror bangsat silih berganti berdatangan menakut-nakuti penonton, mulai dari "A Quiet Place", debut penyutradaraan aktor John Krasinski yang suguhkan pengalaman nonton film monster yang mendebarkan, "Hereditary" yang langsung masuk ke dalam jajaran atas film horror terbaik tahun 2018, juga "Mandy" yang belum sempat Gue tonton namun beberapa teman Gue mengatakan bahwa film horror terbaru Nicholas Cage itu benar-benar "mindfuck", lalu mengapa orang-orang seperti menutup mata akan "The Witch in the Window"? Well, Gue sendiri akan menyebut film arahan Andy Mitton ini sebagai salah satu film horror terbaik yang Gue tonton di bioskop tahun ini. Horror kecil yang mengejutkan, hangat, manis dan menyeramkan.




"The Witch in the Window" nantinya akan bercerita tentang seorang ayah (Alex Draper) yang baru saja membeli sebuah rumah di pedesaan untuk kemudian diperbaiki lalu dijual agar bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar, gangguan-gangguan aneh muncul ketika Ia mulai merenovasi rumah tersebut, semakin diperbaiki, roh jahat yang bersemayam di rumah tersebut pun juga akan semakin kuat mengintai keselamatan jiwanya. Memang, kisah dari "The Witch in the Window" akan terdengar begitu familiar, terlebih tema haunted house seperti ini sudah banyak menghiasi dunia perdedemitan internasional, namun ditangan Mitton (yang juga menulis, menggubah musik dan mengeditnya sendiri) "The Witch in the Window" tatkala diubahnya menjadi sebuah tontonan horror menyeramkan yang juga indah di waktu yang bersamaan dengan durasinya yang hanya mencapai satu jam-an.

Jadi apa yang membuat "The Witch in the Window" begitu membekas hingga Gue memasukkannya ke dalam daftar film horror terbaik Gue tahun ini? Mitton yang sebelumnya berkolaborasi dengan Jesse Holland dalam menggarap "YellowBrickRoad" serta "We Go On"—film-film indie yang terlihat kurang menjanjikan dari pelafalan judulnya (sebetulnya dulu Gue sempat melirik "YellowBrickRoad" namun belum sempat kesampaian)—tahun ini memulai debut penyutradaraan solonya, tentu dengan unsur hantu-hantuan yang begitu melekat pada sub genre ini Gue berharap bisa mendapatkan sensasi nonton horror yang membuat badan ini terkaget-kaget hingga Gue teriak anj*ng di bangku bioskop, apalagi tema haunted house seperti ini sudah sangat umum bagi film horror supranatural dimana sebagian besar filmmaker menggunakan trik jump scare untuk menakut-nakuti penontonnya, namun ada juga beberapa film bertema haunted house yang mengandalkan sisi atmosferik untuk membuat penontonnya bergidik, nah "The Witch in the Window" bisa Gue klasifikasikan ke dalam opsi kedua dimana nilai atmosferik lebih ditonjolkan untuk menghasilkan rasa cekam, hasil racikan dari cara menakut-nakuti yang tak biasa inilah yang kemudian membuat Gue bukan hanya teriak anj*ng saja ketika sosok hantu dalam film ini mulai melancarkan aksinya, berkali-kali badan ini dibuat merinding hebat ketika sosok hantu yang disebut sebagai penyihir ini berjalan keluar pintu rumah sambil berkata "STAAY!!!" (monyetlah).




Beverly (Arija Bareikis) hanya ingin menjadi seorang ibu yang baik bagi anaknya, Finn (Charlie Tacker). Namun apa daya hidup di dunia yang mulai kacau ini tak seindah ketika Kita melihat danau dari balik jendela kamar yang tertutupi embun pagi, seperti yang Beverly katakan "Kau tidak tahu seperti apa yang terjadi disini, Kau tidak tahu! Aku hanya berusaha menjaganya tetap aman, dan Aku melakukan ini sendirian. Berhadapan dengan internet, penembakan acak, anak orang lain yang jahat, bumi yang sekarat, dan sekarang presiden Kita, apa yang harus Aku lakukan?" sebuah dialog penuh makna yang mampu mendeskripsikan bahwa parenting memang bukan hal yang mudah, terlebih Ia harus membesarkan anaknya yang kini mulai beranjak remaja sendirian setelah bercerai dari Simon, suaminya. Ketika sang ibu berusaha penuh menjaga dan mendidik anaknya agar tumbuh menjadi orang yang berguna kelak, Finn malah membuat ibunya kecewa setelah Ia kepergok menonton "hal terlarang" yang seharusnya tak Ia lihat di internet. Kemurkaan Beverly akhirnya menyeret pada keretakan hubungan antar ibu dan anak laki-lakinya itu, sehingga Simon berencana mengajak Finn untuk tinggal sementara bersamanya sembari merenovasi rumah yang baru saja Ia beli di pedesaan. Sekilas "The Witch in the Window" memang terlihat seperti film rumah berhantu kebanyakan, dimana ada keluarga yang pindah menempati rumah baru lalu kemudian seorang tetangga mencoba menakut-nakuti Mereka dan berkata "emang Lo gak tau kisah dibalik rumah ini? si penjual dulu gak nyeritain apa?" bisa dibilang seklise itulah "The Witch in the Window" secara garis besar, but hey man! Mitton ternyata lebih cerdas dari apa yang Gue pikirkan, membuka filmnya dengan perdebatan antara keluarga disfungsional, Mitton mampu menarik Gue pada mood yang berbeda dari apa yang Gue bayangkan sebelumnya. Sejak awal "The Witch in the Window" ini memang memikat, walaupun kesabaran dibutuhkan untuk memahami penceritaannya, toh pada akhirnya film ini mampu mencengkram Gue masuk ke dalam kengerian yang maksimal.

Dengan sentuhan yang cukup berbeda dari tipe film sejenis, "The Witch in the Window" bisa dibilang sebuah angin segar untuk genre hantu-hantuan, mengambil latar di pedesaan yang menyejukkan, film ini bukan hanya akan menampilkan berbagai adegan horror yang mengusik jiwa semata namun juga mampu membawa penontonnya masuk ke dalam arus keluarga dengan berbagai masalah keseharian yang lekat dengan diri Kita dalam beberapa sisi yang berbeda; keresahan seorang ibu atas tingkah laku anaknya, kedekatan seorang anak dengan ayahnya juga perjuangan seorang ayah dalam merajut kembali keretakan yang telah terjadi di dalam keluarga kecilnya, sebuah horror dengan pesan moral yang begitu hangat dan dibungkus dengan visualisasi yang benar-benar memanjakan mata.

Dalam review "Tujuh Bidadari" Gue sempat mengatakan bahwa film terbaru arahan M. Yusuf itu jauh dari kata mencekam dan mengerikan, terlebih settingnya yang berlangsung di siang bolong memang dirasa sulit untuk menggali rasa takut penonton, dan demi kulit kerang! "The Witch in the Window" adalah salah satu contoh dimana film horror supernatural juga mampu tampil mengerikan bahkan ketika pikiran Kita jauh dari rasa ketakutan, settingnya yang sebagian besar berlangsung pada siang hari memang digunakan oleh Mitton untuk menampilkan cara menakut-nakuti yang tak biasa, Gue tak ingin banyak berspoiler bagaimana "The Witch in the Window" ketika menakut-nakuti penonton nantinya tapi yang jelas Gue merinding bukan kepalang ketika adegan-adegan yang Gue kira bukan termasuk ke dalam bagian menakut-nakuti malah berubah menjadi sesuatu yang anjing, anjing banget! Mitton udah nipu Gue dengan kehangatan busuknya.




"The Witch in the Window" rasanya semakin memperkuat kecintaan Gue terhadap film-film horror dengan gaya slow burn yang diam-diam mencekik penontonnya hingga kehabisan napas.
Ketika horror hantu-hantuan silih berganti berdatangan menampilkan dedemit (yang mencoba tampil ikonik) lewat jump scare berisik yang membosankan, "The Witch in the Window" adalah sebuah pengecualian. Horror cerdas yang memiliki hati dalam bertutur dan peduli akan pengisahan serta karakter-karakter yang ada di dalamnya. Latar belakang hantu dalam film ini yang hanya diceritakan selewatan Gue rasa memang tepat agar tidak memecah fokus drama keluarga yang coba filmnya lebih tonjolkan, Mitton sukses membangun hubungan ayah-anak dengan begitu realistis yang menyentuh hingga ke dalam kalbu, hal sama yang juga telah dilakuan oleh horror pentolan tahun ini "A Quiet Place" dan "Hereditary" dalam memikat penonton; mampu mengambil simpati, merobek hati dan menusuk-nusuk jiwa orang yang menontonnya sampai mati berdiri.



Rate : 4/5

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj