Review Danur 2 : Maddah (2018)

Sutradara : Awi Suryadi

Penulis Skenario : Lele Laila

Pemain : Prilly Latuconsina, Sophia Latjuba, Shawn Adrian, Bucek,  Elena Viktoria Holovcsak, Carolina Passoni Fattori

Genre : Horror





Walaupun masuk ke dalam daftar film horror berbahasa asing terbaik tahun 2017 versi salah satu situs horror favorit Bloody Disgusting, buat gue "Danur : I Can See Ghosts" (2017) bukanlah film horror yang hebat, "Danur" sudah berada dalam jalur yang benar untuk ukuran film horror lokal dan mampu kembali mengangkat jumlah penonton film (khususnya) horror lokal di bioskop dan menjadi sebuah hype ditengah masyarakat, namun kesuksesan "Danur" itu tetap tidak bisa menutupi kekurangan-kekurangan film arahan Awi Suryadi tersebut, ide cerita menarik dengan sosok hantu Asih yang menyeramkan itu harus masuk kedalam lubang hitam kebanyakan film horror lokal pada umumnya, jatuh pada keklisean dan menjejali penonton dengan jump scare berlebihan dengan suara musik yang membengkakkan telinga, ngagetin sih tapi serem engga, yang ada ngantuk hingga mulut ini nguap.
Ketika "Danur 2 : Maddah" diumumkan gue sangat senang mendengarnya, orang-orang dengan ramai akan kembali datang ke bioskop dan akan membicarakan sebuah film horror lagi disosial media mereka, namun ada rasa tak enak juga ketika mendengar tentang "Maddah" untuk yang pertama kali, gue takut. Bukan takut karena filmnya seram, gue udah singgung diatas bahwa "Danur"  itu engga seram, gue takut kalau ada jutaan orang nantinya yang nonton "Maddah" namun kualitas filmnya sama seperti film pertama.
"Maddah" akan melanjutkan kisah Risa dimana sekarang ia tinggal sejenak di rumah baru kerabatnya, Tante Tina (Sophia Latjuba) dan Om Ahmad (Bucek) yang tak lain adalah orang tua Andri dari film "Danur" pertama. "Maddah" masih mengisahkan hubungan Risa dengan teman-teman kecil Risa tentunya, bahkan ada dua hantu cilik tambahan yang ingin bermain dengan Risa dalam sekuel ini. Awi sekarang memberikan porsi yang pas dan tidak berlebihan dalam mengekspos 5 hantu cilik ini di "Maddah" dan lebih memfokuskan bagaimana Risa menghadapi "bau danur" yang ada dalam rumah pamannya itu.


Paruh pertama adalah pengenalan karakter-karakter baru yang berjalan dengan cepat, secepat Awi kembali menebar jump scare kepada penonton, sehingga membuat persepsi awal gue menguat, "Maddah" akan sama seperti pendahulunya. Jump scare dan sosok hantu yang langsung Awi nampakkan tanpa membangun suasana mencekam terlebih dahulu adalah sebuah kesalahan besar yang ia lakukan di film pertama, well cerita "Maddah" memang menarik, namun ketidak sabaran Awi menampakkan hantu Belanda ini membuat cerita yang sudah dibangun dengan akting memumpuni dari Prilly, Sophia Latjuba, Shawn Andrian (Angki, anak Tina dan Ahmad) dan Elena Viktoria Holovcsak sebagai hantu Belanda khususnya jadi pudar, membuat gue kembali menguap karena bosan mendengar suara dentuman yang begitu keras, ditambah gadis-gadis SMA disamping dan dibelakang gue ketawa cengengesan karena kaget, padahal sebuah film horror harusnya memberikan kesan mencekam, membuat penonton diam diselimuti rasa ketakutan atau yang lebih extreme adalah membuat penonton menutup mata atau menjerit-jerit histeris (sedikit berlebihan, tapi inilah yang terjadi ketika orang-orang nonton Pengabdi Setan-nya Joko Anwar dan mungkin beberapa film horror lain), ketika suasana mencekam sudah didapat, jump scare yang nantinya dilempar kepada penonton pun akan berjalan dengan semestinya. Namun saya cukup senang karena jump scare berisik dalam "Maddah" ini tidak sebanyak pendahulunya, Awi nampaknya belajar dari kesalahan film pertama, dengan skenario yang lebih baik pula "Maddah" masih memberi gue sebuah harapan.


Seiring dengan bergulirnya durasi "Maddah" semakin membaik, gue mulai bisa merasakan ketenangan ketika suasana bioskop yang tadinya cengengesan berubah menjadi sebuah kesunyian, trik Awi bisa dibilang berhasil dipertengahan film, proses pembangunan atmosfir kengerian yang berjalan dengan baik bisa membuat gue gelisah, tidak tenang dan dihantui rasa ketakutan, rumah dalam "Maddah" yang juga lebih baik, lebih tepatnya lebih dimanfaatkan dengan baik ketimbang rumah dalam film pertama membuat pondasi kengerian semakin nampak. Gue engga mau banyak berspoiler namun adegan "dzikir" , "shalat" (lebih nyess ketimbang adegan shalat dalam film pertama) dan adegan "mimpi" mampu menebar aura yang mencekam. Tidak seperti film pertama, "Maddah" mengakhiri filmnya dengan cukup baik dan tetap membuat aura mencekam itu diam pada tempatnya, berbeda dengan film pertama yang sangat terburu-buru dan terkesan "asal tempel" yang penting hantunya kalah dan filmnya selesai, "Maddah" tidak seperti itu.



"Maddah" yang awalnya berjalan dengan tidak asyik mampu membuat gue tercenga setalah masuk lebih dalam kepertengahan filmnya, walaupun gue masih belum bisa bilang "Maddah" sebagai film horror yang hebat, tetapi setidaknya Awi telah memberikan sebuah perubahan dalam seri "Danur"-nya.
"Danur 2 : Maddah" itu seperti sebuah buku yang jangan hanya dinilai dari sampulnya saja, kamu harus membacanya lebih dalam, "Maddah" artinya dibaca lebih dalam.



Rating : 3/5 

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj