Review Sajen (2018) : Terlalu Sibuk Dengan Pesan Moral

Sutradara : Hanny R. Saputra

Penulis Skenario : Haqi Achmad

Pemain : Amanda Manopo, Angga Yunanda, Steffi Zamora, Jeff Smith, Chantiq Schagerl, Rachel Amanda, Aliff Alli Khan, Nova Soraya, Virnie Ismail, Minati Atmanagara





Bukannya Saya sok tahu, tapi memang tipikal kebanyakan penonton di Indonesia itu suka film horror dengan jump scare tingkat tinggi, kebanyakan akan mengatakan subuah film horror seram jika mereka terus-terusan diterror setan yang tiba-tiba muncul diiringi dengan backsound yang menggelegar, jujur Saya bukan tipe penonton seperti itu. Saya lebih suka film horror yang menyeret penonton terlebih dahulu ke dalam atmosfir yang kelam sebelum akhirnya dijejali penampakan-penanpakan seram, tidak usah berupa jump scare juga, bisa seperti sosok pocong yang numpang eksis diantara pepohonan seperti dalam film "Ia Wujud",  walaupun saya tidak menampik bahwa saya juga sangat menyukai jump scare, namun tetap dengan porsi yang pas. Film-film horror macam "Ringu" (1998), "A Tale of Two Sisters" (2003) bahkan "Keramat" (2009) adalah contoh dimana jump scare dan penampakan hantu itu bukan jalan satu-satunya agar sebuah film horror bisa dianggap seram, bahkan "It Comes at Night" (2017) mampu membuat Saya ketakutan tanpa satupun penampakan hantu atau adegan tak berkeprimausian layaknya di film slasher atau splatter.
Apa yang membuat saya bisa mengatakan bahwa penonton Indonesia adalah penyuka jump scare? Terbukti ketika menonton film bioskop dan sang sutradara melempar sebuah jump scare entah itu seram atau terkesan maksa, kebanyakan penonton langsung histeris heboh, teriak habis itu tertawa terbahak-bahak, Saya terkadang kebingungan, mengapa mereka bisa tertawa ketika sudah ditakut-takuti? Apa itu sebuah sensasi tersendiri? Lupakan pertanyaan bodoh yang baru saja Saya lontarkan barusan, fakta lain yang Saya temui adalah ketika menonton film "Sajen" karya Hanny R. Saputra, seorang penonton pria latah kagetan disebelah Saya mengatakan "jadi drama gini, mana hantunya nih film horror?" kira-kira seperti itulah celotehan dia ketika Hanny sedang membangun pondasi cerita dan dalam hati Saya spontan menjawab "guoblok lu, ini namanya pendekatan, sutradaranya pengen ngenalin karakternya satu persatu supaya kita peduli sama mereka!".
Pendekatan kepada penonton memang penting dan" Sajen" berhasil mengenalkan para karakternya dan merajut tiap rangkai kisah dengan sangat baik, namun pendekatan baik itu harus berakhir ketika Hanny mulai menampakan hantu-hantunya, "Sajen" merupakan terror yang gagal.

Adanya 3 sajen di SMA Pelita Bangsa adalah sebuah misteri. Desas-desus mengatakan sajen tersebut merupakan upaya sekolah menenangkan arwah siswa yang bunuh diri karena menjadi korban bullying. Alanda (Amanda Manopo) berupaya memutus rantai bullying di sekolah. Berbeda dengan siswa lain yang pasrah saat Bianca (Steffi Zamora), Davi (Jeff Smith) dan geng populer berlaku seenaknya, Alanda berani melawan. Misi Alanda membuat 2 sahabatnya, Riza (Angga Yunanda) dan Keyra (Chantiq Schagerl) cemas. Di suatu malam, Alanda dijebak. Karena depresi, Alanda memutuskan bunuh diri. Kemarahan Alanda membuat arwahnya tidak tenang dan mendorongnya membalas dendam ke orang-orang yang telah menghancurkannya.
"Sajen" layak disebut sebagai tipikal film horror yang bertele-tele. "Sajen" memulai filmnya dengan meniupkan aura seram tanpa ada satupun penampakan yang menggelikan, ekspektasi Saya rasanya seperti dielus-elus oleh angin pagi yang berhembus, seger dan adem. Bagi tipe penonton macam pria latah kagetan disebelah Saya, paruh awal "Sajen" pasti sangat membosankan, berharap menonton tontonan horror yang tiap menit menggenjot dada penonton hingga deg-deg-an, eh nyatanya malah mendapat drama anak sekolahan yang suka bully-bullyan. Berbeda dengan dia, Saya mencoba untuk menikmati "Sajen" tanpa banyak bicara, walaupun pikiran ini terus diganggu dengan sesuatu yang terus menusuk-nusuk di kepala. Bayangkan saja, sekolah nomor wahid seperti SMA Pelita Bangsa yang mempunyai bangunan elit bertingkat nan megah itu tidak mempunyai satupun cctv di dalamnya? Mana mungkin!.
Oke, ini kan film, jadi engga usah terlalu dianggap serius, Saya tidak ingin pikiran semacam itu mengotori ekspektasi Saya. Namun pada kenyataannya ekspektasi Saya pun tetap jatuh juga, jatuh sejatuh-jatuhnya setelah kasus pembullyan selesai. Hanny mulai mengubah Amanda Manopo menjadi sosok hantu jelek dempulan cgi untuk membalaskan dendam kepada para siswa yang telah "menjebaknya". Saya kecewa dengan cara Hanny menyampaikan kisah horrornya, ketika bagian dramanya sangat menyentuh dan masih bisa ditolelir untuk sebuah film horror lokal, Hanny malah melepeh usahanya di awal, mood nonton "Sajen" makin berkurang ketika penampakan-penanpakan buruk muncul mencoba untuk menakut-nakuti penonton, seperti ketika hantu Alanda keluar dari layar televisi (what? Masih jaman kah?) atau muncul dari layar handphone. Saya tidak menyangka Hanny menyuapi Saya dengan adegan-adegan menggelikan itu, apakah tidak ada cara yang lebih baik untuk memunculkan sosok hantu Alanda?

"Sajen" kemudian mulai kehilangan arah dan terlalu sibuk mengurus pesan moral dibanding memperbaiki rasa horrornya, hak setiap pembuat film untuk menyelipkan pesan moral pada film yang dibuatnya, namun apakah film horror butuh sebuah pesan moral? Jika seram sih sah-sah saja, namun untuk kasus "Sajen", Saya lebih suka jika Hanny fokus terlebih dahulu untuk menak-nakuti penonton dibanding sibuk merajut cerita untuk menyampaikan pesan moralnya. Memasuki paruh akhir, film yang ditulis oleh Haqi Achmad ini makin tidak masuk akal dan membuat kepala makin keleyengan, menambah twist yang sujujurnya tidak membantu dari segi apapun. Hanny juga terlihat bingung untuk mengakhiri filmnya, ingin membuat beberapa karakternya berada dalam situasi "happy ending" namun ingin juga membuat filmnya terkesan kelam.

Saya ingat betul dulu sangat ketakutan ketika menonton film "Mirror"-nya Hanny yang dirilis tahun 2005 silam, saya punya ekspektasi tinggi untuk "Sajen" dan berharap mendapat tontonan mengerikan seperti Saya menonton "Mirror" waktu dulu (Saya juga sudah menonton "The Real Pocong", not as good as "Mirror" but engga jelek juga kayak film horror kebanyakan), Sebagai penonton yang menunggu kembalinya Hanny ke dunia horror lewat "Sajen", Saya sangat kecewa. "Sajen" adalah sebuah sajian yang begitu baik diawal namun kemudian berubah 180 derajat menjadi sebuah sajian memuakkan dengan berbagai pesan moralnya. "Sajen"  benar-benar membosankan, bahkan jika ekspektasi saya sekecil biji cabe pun, "Sajen" tetaplah sebuah sajian yang mengecewakan.



Rate : 2/5



NB : FYI, gue baru tau ternyata Hanny juga buat film horror di tahun 2015 silam dan sebenarnya ada satu keluhan lagi yang mengganjal di dalam hati, entah memang kesalahan editing atau kesalahan pihak bioskop, ada satu adegan "Sajen" yang kurang sedap dipandang, adegan dimana Davi tenggelam di kolam renang, kok gue gak ngeliat dia kecebur ya? Atau jangan-jangan gue yang ketiduran gara-gara dilanda kebosanan? Hmm

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj