Review Kuntilanak (2018) : Setan Menyeramkan Dalam Film Yang Menggelikan

Sutradara : Rizal Mantovani

Penulis Skenario : Alim Sudio

Pemain : Aurelie Moeremans, Fero Walandouw, Sandrinna M Skornicki, Andryan Bima, Ciara Nadine Brosnan, Adlu Fahrezy, Ali Fikry, Nena Rosier, Aqi Singgih

Genre : Horror





Walaupun bukan penggemar nomor wahid film "Kuntilanak" (2006), Saya bisa dibilang salah satu orang yang menunggu-nunggu versi terbaru dari "Kuntilanak" (2018) yang juga disutradarai oleh Rizal Mantovani ini. Belakang memang banyak film jadul yang didaur ulang oleh filmmaker tanah air karena prospek yang menjanjikan, mulai dari Warkop DKI hingga Benyamin, dari Pengabdi Setan hingga Jailangkung, bahkan sosok Suzanna juga akan kembali dilahirkan oleh Anggy Umbara dekat dekat ini. Lalu mendengar "Kuntilanak", apakah ini sebuah remake dari film trilogi "Kuntilanak"-nya Julie Estelle? Mengingat Rizal kembali menjadi sutradara.
Rizal tidaklah bodoh, siapa juga yang ingin menonton kisah tentang seorang wanita yang menyewa kamar kost bekas pabrik batik yang kebakaran untuk kedua kalinya? Harus ada sesuatu yang baru, dong! Maka dari itu, lewat skenario yang ditulis oleh Alim Sudio, reimagining "Kuntilanak" kali ini akan lebih fokus pada legenda "Kuntilanak, si penculik bocah ingusan".
Menggarap "Kuntilanak" merupakan pr yang sangat sulit bagi Rizal, walaupun bukan film horror lokal terbaik yang pernah dibuat, namun "Kuntilanak"-nya Julie Estelle bukan berada dalam level film horror kancut-bh dan cukup diterima dengan sangat baik pada saat dirilis dulu. Melepas kembali sang Kunti keluar dari cerminnya untuk tampil di layar bioskop tentu bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami, sah-sah saja kalau Rizal mau bikin film Kunti lagi, namun jika si Kunti dijadikan bahan reimagining dari film yang terdahulu, Saya hanya bisa elus-elus dada. Duh Kunti, kasihan banget sih!



"Kuntilanak" sebenarnya punya potensi untuk menjadi sebuah tontonan yang seram, aura creepy ketika Kuntilanak mulai menampakan tangan busuknya cukup berhasil, muka gosong, rambut kusut dan mata melototnya itu adalah sebuah mimpi buruk, harus Saya akui kalau Rizal memang tidak pernah main-main kalau soal urusan creature, namun sosok Kuntilanak yang seram itu harus dipermalukan lewat skenario yang ternyata lebih buruk dari wajahnya sendiri.
Plot yang diusung memang bodoh, sekelompok anak mengikuti sayembara yang diadakan oleh sebuah acara reality show tentang kebenaran sosok kuntilanak yang berada didalam sebuah rumah yang sudah terbengkalai selama 4 bulan, 4 bulan yang sudah tampak seperti 4 tahun, dimana rumah kosong tersebut sudah dalam kondisi tidak terawat bahkan ada banyak akar-akar besar di dalam rumah, mungkin si pemilik rumah menambahkan serum pertumbuhan agar akar-akar tersebut tumbuh dengan cepat sehingga membuat rumah kosongnya terlihat lebih angker, memang tidak masuk diakal. Ditambah banyak barang-barang dengan kondisi masih layak pakai yang tidak dibawa pindah oleh si pemilik rumah, termasuk sebuah cermin kuno yang tergeletak begitu saja di halaman depan. Usut punya usut, Glen (Fero Walandouw) pembawa acara reality show yang sedang melakukan syuting di rumah tersebut dengan sengaja mengambil cermin kuno bekas itu untuk dibawa ke rumah Tante Dona (Nena Rosier), rumah tempat anak-anak "pemberani" itu tinggal.
Entah dari mana inspirasi untuk membuat "Kuntilanak" versi terbaru ini, namun yang jelas awalnya Saya masih berfikir positif bahwa film ini bukan kesemprot film "IT" yang ngehits tahun lalu, toh diawal saya lihat "Kuntilanak" tidak fokus ke arah sana.
"Kuntilanak" memang tidak menawarkan sesuatu yang baru dan menyegarkan, beberapa trik jump scare kuno, dan beberapa lagi jump scare yang Saya akui cukup solid walaupun belum tereksekusi dengan baik karena dibangun dalam sebuah situasi yang membuat lubang besar di kepala penonton, misalnya saja ketika seorang bocah yang lagi nyuci piring harus keluar rumah malam-malam karena penasaran dengan suara yang memanggilnya dari luar. Tidak cukup disitu, si bocah dengan beraninya juga masuk ke dalam gudang yang sangat gelap dan kemudian mengalami beberapa hal ganjil yang bisa bikin Saya langsung ngibrit kalo itu beneran. "Loh, ini kan film, kok dianggap serius sih?" Seketika pikiran itu muncul dalam benak agar Saya tidak usah repot-repot mikirin hal-hal tersebut karena "Kuntilanak" sejatinya memang film yang bodoh untuk dicerna otak.
Dengan berjalannya durasi, anak-anak pemberani itu makin ngeyel dan nekat untuk mencari sosok Kuntilanak demi mendapatkan uang 10 juta, meskipun itu artinya mereka harus melewati hutan agar bisa sampai ke" Rumah Kuntilanak" tersebut. Anak-anak yang belum baligh ini ternyata lebih berani ketimbang anak-anak yang ada dalam film "IT", walaupun beberapa dari mereka sudah mendapat terror dari Kuntilanak tetapi mereka tetap "keukeuh" mencari keberadaan sang Kuntilanak, sayangnya keberanian yang mereka miliki  tidak didukung dengan alasan mengapa mereka bisa seberani itu, bahkan salah satu anak yang memang menyukai hal-hal mistispun ternyata menjerit hingga ngompol ketika sosok kuntilanak datang ke kamarnya. (Saya berbohong soal yang ngompol itu.)
Saya tidak tahu berapa kali film ini berubah-ubah haluan, menyelipkan beberapa adegan komedi yang bertujuan memancing penonton termasuk Saya tertawa, untuk yang pertama sih oke, namun ternyata Rizal terlalu asyik hingga menyelipkan adegan-adegan komedi secara berlebihan, sesuatu yang tidak Saya harapkan hadir dalam film ini. Tertawa? Yang lain iya, namun bagi Saya adegan-adegan komedi itu sangat tidak penting dan menggelikan. Tone "Kuntilanak" sangat tidak jelas dan selalu berubah-ubah, mengapa tidak fokus saja pada potensi keseraman yang sudah dimiliki Kuntilanak? Bahkan ketika filmnya selesai, Rizal masih saja asyik ngebanyol di kandang ayam, bau taik!



Sebagai jualan utama film ini, Aurelie Moeremans nampaknya punya "nasib" yang berbanding terbalik dengan Julie Estelle yang memerankan karakter Samantha dalam seri "Kuntilanak" terdahulu, peran yang dimainkan oleh Aurelie tidak begitu penting dan tidak membawa pengaruh yang besar pada plot utama filmnya, Aurelie hanya seperti pemanis agar filmnya laku dipasaran. Muncul diawal film dan kembali lagi hanya untuk kesurupan diakhir film membuat karakter yang diperankan oleh Aurelie sangat mudah untuk dilupakan, sama seperti keseluruhan filmnya yang juga sangat mudah untuk dilupakan, film yang seharusnya diberi judul "Kuntilanak : Si Penculik Bocah Ingusan" saja.




Rate : 2/5

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj