Review Office Uprising (2018) : Bukan Film Zombie

Sutradara : Lin Oeding

Penulis Skenario : Peter Gamble Robinson, Ian Shorr

Pemain : Brenton Thwaites, Jane Levy, Karan Soni, Zachary Levi, Gregg Henry, Kurt Fuller

Genre : Horror, Comedy





Lewat perawakannya saja, kita tahu bahwa Desmond (Brenton Thwaites) merupakan pemuda yang amburadul, Dia bekerja sebagai staff akunting di sebuah pabrik senjata Ammotech yang berada di daerah Texas, dan Gue yakin ada banyak orang di dunia ini yang punya kepribadian mirip Desmond, butuh uang tapi malas untuk bekerja, alias tidak mencintai pekerjaannya. Diceritakan, Desmond sering telat, tidak melakukan pekerjaannya dengan benar dan parahnya lagi Dia membuat sebuah video game di jam kerja tanpa sepengetahuan Bossnya, Tuan Nusbaum (Zachary Levi), Dia adalah contoh seorang karyawan yang tidak teladan, jadi ketika wabah zombie terjadi di dalam gedung tempatnya bekerja, Kita pun tahu bahwa Desmond akan menjadi seorang pahlawan, from zero to hero, inilah yang coba Lin Oeding tampilkan dalam "Office Uprising". Film yang juga dibintangi oleh aktris "Evil Dead" Jane Levy ini memang masih menggunakan formula usang, ceritanya tidaklah lebih dari film "Mayhem" yang dibuat penuh lawakan, tapi demi Neptunus! "Office Uprising" masih mampu tampil menyenangkan penuh hiburan.




Layaknya sebuah film zombie komedi kebanyakan, "Office Uprising" mencoba untuk tampil seabsurd mungkin, jika penyebab munculnya zombie dalam "Braindead"-nya Peter Jackson disebabkan oleh gigitan hewan hasil perkawinan antara monyet pohon dan tikus berpenyakit dari Pulau Tengkorak yang berada di sebelah barat daya pulau Sumatra, atau kekacauan yang terjadi di SMA Zenith dalam "Reuni Z" disebabkan oleh bakso ijo Mang Ujang, untuk "Office Uprising", wabah zombie yang akan mengubah pabrik Ammotech bak neraka ini disebabkan oleh minuman berenergi bermerek Zolt, yang pada mulanya dibuat untuk para tentara agar mereka tetap wapada, fokus dan produktif. Ya, kadang Lo gak butuh otak buat nonton film kayak gini, duduk santai dan nikmati saja apa yang disajikan oleh Lie Oeding, maka "Office Uprising" akan menjadi sebuah tontonan yang menyenangkan. Tapi, untuk menikmati "Office Uprising" sendiri, ada beberapa rintangan yang harus penonton hadapi, selain ceritanya yang sudah tidak orisinil, "Office Uprising" punya pace yang sangat cepat sehingga sangat sulit untuk dicerna, belum selesai Gue memahami dialog yang sedang dilontarkan, dialog lainnya nyamber dengan begitu cepat, bukannya terpana, Gue malah kebingungan untuk memahami apa yang coba "Office Uprising" tampilkan. Jika Elo mengharapkan sesuatu yang baru di "Office Uprising", bersiaplah untuk kecewa, terlebih "Office Uprising" nampaknya terlalu mengikuti formula film zombie komedi yang pernah ada. Semua orang yang berada dalam zombie outbreak punya peraturan, baik itu tertulis seperti dalam "Zombieland" atau yang tak tertulis seperti dalam "Train to Busan", jika Elo enggak patuh pada peraturannya maka Elo akan jadi santapan makan siang mayat-mayat hidup tak berotak, kalo Elo mau bertahan, ya ikuti peraturannya. "Office Uprising" pun kemudian menjelaskan beberapa peraturan agar bisa bertahan dalam dunia kerja yang nantinya diterapkan dalam proses bertahan hidup ketika para zombie menyerang, sayangnya karena penyampaiannya terlalu cepat, alih-alih menerapkan peraturan yang Desmond buat, semua peraturan itu kemudian malah terabaikan begitu saja.




Pernah melihat Shaun pergi ke minimarket untuk membeli minuman bersoda serta es krim cornetto? Kalau begitu Lo pasti tahu bagaimana Edgar Wright pertama kali menjelaskan zombie outbreak-nya yang bukan hanya cemerlang namun juga mampu memancing gelak tawa, menggunakan 2 adegan yang sama dengan 2 latar waktu yang berbeda, Wright menjelaskan transisi outbreak yang hanya terjadi dalam waktu semalam dengan hanya menggunakan perbandingan dengan adegan yang terjadi sebelumnya. Dalam "Office Uprising", Oeding juga menerapkan hal serupa, membuat 2 adegan yang sama untuk menjelaskan "awal mula kehancuran" yang nantinya akan menginvasi perusahaan Ammotech, dan Gue rasa cara itu tidak cukup efektif, tidak ada shock factor maupun efek tertawa yang ditimbulkan karena Kita semua sebelumnya telah melihat bagaimana "Shaun of the Dead" mampu melakukan cara ini dengan begitu cemerlang.

Untungnya, segala "kekacauan" yang telah "Office Uprising" tampilkan diawal kemudian mampu diubah oleh Oeding menjadi sebuah film yang pantas untuk ditertawakan, bukan karena filmnya buruk dari segi penceritaan dan pengeksekusiannya diawal, namun karena "Office Uprising" mampu bertransformasi dan bermain dengan gila di dalam ruang lingkupnya, tampil bukan hanya sekedar mengumbar aksi konyol dari para pemainnya saja namun juga penuh adegan bacok-tembak yang menyenangkan. Perubahan ini terjadi setelah Oeding menyentil penonton yang mengharapkan film zombie komedi penuh dengan usus terburai dan gelak tawa, kuburlah semua harapan yang Lo berikan untuk "Office Uprising", Perhatian : ini bukanlah sebuah film zombie.




Zolt, produk minuman gagal yang kemudian mengubah para karyawan Ammotech menjadi... Entah Gue harus menyebutnya apa, zombie? psycho? sekumpulan orang yang lebih tempramental dari pada wanita yang sedang datang bulan? atau seperti yang salah satu karakternya katakan, psycho-zombie-mutant? yang jelas Mereka akan lebih sensitif bila tersenggol sedikit oleh orang lain, Zolt ini layaknya sebuah bir yang memabukkan, pikiran seolah melayang dan raga pun tak bisa dikendalikan. Zolt memang kekuatan besar yang telah mengubah "Office Uprising" menjadi sebuah film yang menyenangkan, seperti ketika karakter Samantha yang diperankan oleh Jane Levy hanya meminum seteguk Zolt, kadar kebrutalannya berbeda dengan para karyawan lain yang sudah meminum berkaleng-kaleng Zolt, disisi lain tegukan kecil yang Sam lakukan malah membuat tingkat kegilaanya makin bertambah, hingga Ia harus diikat ke hand truck menggunakan lakban ditambah segala aksi konyolnya yang mengundang tawa, atau ketika para HRD yang sudah meminum Zolt malah terkena tipu daya Sam, bisakah Kita sebut adegan ini sebagai adegan paling mengocok perut dalam film ini? Kegilaan-kegilaan yang "Office Uprising" tampilkan makin memuncak mengikuti setiap lantai gedungnya, dari yang levelnya hanya tak sengaja menabrakan kepala lansia ke tembok hingga wajahnya dipenuhi darah, sampai aksi paling berdarah-darah manis di lantai Sales Department, terlepas dari segala kecatatan yang bertebaran dimana-mana, "Office Uprising" tetap mampu menghibur Gue sampai tertawa terbahak-bahak, terutama berkat Karan Soni yang mampu tampil memukau dan pecah disetiap adegannya.
Jadi masih adakah yang bertanya-tanya mengapa Zachary Levi berubah menjadi robot kuning dengan desain yang menggelikan pada paruh akhir filmnya? Lupakan! Bukankah menonton film (psycho)-zombie-(mutant) komedi itu tak perlu pakai otak? MIKIIRRR!!!!


Rate : 3,5/5

Comments

Popular posts from this blog

Review Mata Batin 2 (2019) : Film Horror Berisik Yang Mengusik

Review Jaga Pocong (2018) : Semua Berjalan Baik-Baik Saja Hingga Bagian Ending Merusak Segalanya

Review Kafir : Bersekutu Dengan Setan (2018) : Horror Mencekam Dengan Visualisasi Yang Memukau

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review The Knight and the Princess (Al Faris wal Amira) (2019) — San Diego AFF 2020