Review Tujuh Bidadari (2018) : Separuh Slasher, Separuh Supranatural, Semua Hancur Berantakan

Sutradara : Muhammad Yusuf

Penulis Skenario : Muhammad Yusuf, Konfir Kabo, King Javed, Resika Tikoalu

Pemain : Dara Warganegara, Lia Waode, Brigitta Cynthia, Gabriella Desta, Camelia Putri, Adeayu Sudrajat, Salini Rengganis, William D McLennan, Peter Barron

Genre : Horror





Disaat perindustrian film lokal dipenuhi oleh film-film horror minim kualitas, dimana jump scare 2 menit sekali menjadi senjata para pembuat film untuk menakut-nakuti penonton (Gue enggak benci jump scare, but please lebih manusiawilah!), bermunculannya setan dengan tampilan yang lebih menjijikan dari pada tongseng basi, mencampurnya dengan unsur komedi mesum hingga mendatangkan artis panas luar negeri demi menarik atensi para penonton pencari birahi, hadirnya Muhammad Yusuf dengan "Kemasukan Setan" di tahun 2013 silam tentu membawa angin segar. Ketika orang-orang sudah muak melihat Nayato dan KKD rajin "nyampah" di bioskop setiap bulannya, M Yusuf mampu mematahkan paradigma tentang film horror lokal yang kala itu dicap murahan dan tak berkualitas. "Kemasukan Setan" bukan hanya tampil seram dan menyelamatkan film horror lokal yang kala itu sedang mengalami keterpurukan, namun juga menjadi gerbang bagi M Yusuf dalam membuat film horror seram lainnya. Sebut saja "Angker", film oldschool rumahan yang jauh dari kata murahan, juga "Misterius" yang kembali dibanjiri pujian. Semua film horror yang M Yusuf buat memang jempolan, yah namun lagi-lagi kurang laku dan tidak begitu dianggap "ada" di kalangan masyarakat, film-film yang M Yusuf buat bisa disebut sangat underrated, bukan hanya karena kurangnya materi promosi, film-film yang diproduksi oleh Triple A Films ini memang lebih sering menggunakan pemain yang (maaf) kurang dikenal masyarakat. Gue sebenernya lebih suka dengan pemilihan aktor dan aktris yang M Yusuf lakukan, bukan hanya sekedar memilih pemain muda yang sedang digandrungi remaja, pemilihan para pemain yang nantinya ada dalam film-filmnya M Yusuf mampu menampilkan akting yang patut untuk diacungi jempol. Serius, Gue lebih suka Aldi Taher ketika Ia bermain dalam "Kemasukan Setan" dibanding performanya dalam "Pocong Vs Kuntilanak". Mungkin karena alasan "filmnya kurang dilirik masyarakat" M Yusuf pada tahun 2017 memulai sebuah perubahan lewat "The Curse" yang sayangnya kala itu Gue lewatkan. Berbeda dengan 3 film horror sebelumnya, dalam "The Curse" M Yusuf mulai mengubah haluan dari segi cerita, yang tadinya selalu bernuansa ke-daerah-daerahan, bermain-main dengan pocong hingga melibatkan dukun desa, lewat "The Curse" M Yusuf membanting setir ke negara Australia, menggaet Prisia Nasution hingga Shareefa Daanish agar bisa lebih memikat penonton datang ke bioskop, sayang seribu sayang, berdasarkan apa yang Gue dengar "The Curse" ini mengalami penurunan keseraman dibandingkan 3 film horror M Yusuf yang sebelumnya.

Tahun ini, M Yusuf kembali lewat "Tujuh Bidadari" yang juga bersetting di negara Australia (entah apa yang melandasi pikiran M Yusuf dengan memilih kembali Australia, dua filmnya berturut-turut bersetting di Australia), membawa 7 wanita cantik termasuk Dara Warganegara hingga Gigi Cherrybelle, pantaskah "Tujuh Bidadari" disejajarkan dengan film-film horror M Yusuf yang menyeramkan? Well, kalau Elo suka "Kemasukan Setan", "Angker" dan "Misterius", Gue yakin Elo bakal geleng-geleng kepala saat menonton film M Yusuf yang satu ini.




Perkenalkan Tujuh Bidadari atau biasa disingkat sebagai 7B (dibaca Seven-Bi), band wanita terkenal asal Indonesia yang terdiri dari basist Anggun (Salini Rengganis), duo guitaris Tari (Camelia Putri) dan Amy (Adeayu Sudrajat), drummer Mika (Brigitta "Gigi" Cynthia), vocalist Darla (Gabriella Desta), lead vocalist Stella (Dara Warganegara) serta keyboardist Dian (Lia Waode). Ketujuh bidadari yang sepertinya diketuai oleh Stella ini lebih cocok bila disebut sebagai anak-anak SD yang sedang melakukan field trip dibanding sekelompok artis band papan atas dalam negeri, pasalnya lima dari ketujuh anggota band ini selalu cengengesan, tidak mencerminkan wanita yang penuh dengan inteligensi bahkan disaat sedang dalam sesi wawancara, awalnya Gue berfikir mungkin ini cara supaya ketujuh anggota 7B ini punya porsi bicara, namun seiring berjalannya durasi, para anggota 7B ini (tidak termasuk Stella dan Dian) memang rese, berisik, kekanak-kanakan dan selalu garing disetiap adegan, termasuk dialog "this is what?", apakah karakter yang melontarkan kalimat itu sedang berusaha untuk melucu? Kalau " iya" adegan itu sangat tidak lucu, atau jangan-jangan memang penokohannya diceritakan benar-benar dungu? Entahlah.

7B memang sedang melakukan liburan pendek di Melbourne sekaligus untuk melihat-lihat lokasi untuk keperluan syuting video clip terbaru Mereka. Ditengah liburan yang kurang mengasyikkan, 7B bertemu dengan penyanyi lokal bernama Mark (William D McLennan), pertemuan yang berlangsung singkat itu kemudian mengatar 7B ketempat (yang katanya) paling angker di Australia, Aradale Lunatic Asylum yang berada di kota Ararat dimana rumornya ada sekitar 10.000 orang mati di tempat itu, liburan 7B yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi malapetaka seiring terkuaknya kisah dibalik tembok bekas rumah sakit jiwa yang telah berdiri sejak 1866 tersebut.




Gue tidak pernah menuntut lebih untuk ukuran film horror lokal, termasuk untuk film terbarunya M Yusuf ini, sebelumnya lewat "Angker" M Yusuf juga tidak melakukan improvisasi yang signifikan dari segi cerita, kisahnya hanya tentang keluarga yang pindah rumah dan kemudian diganggu oleh sesosok makhluk halus hingga pada akhirnya keluarga tersebut meminta bantuan kepada seorang paranormal untuk mengusir roh jahat yang ada di dalam rumahnya, begitupun dengan "Tujuh Bidadari" yang terdengar menggiurkan pada judulnya namun kisahnya lagi-lagi terkesan basi. Awalnya Gue bisa bertahan mengikuti alur yang M Yusuf ciptakan setidaknya untuk 15 menit pertama, namun ternyata penokohan pada tiap karakter yang ada memang terkesan asal-asalan dan kurang perhatian, entah karena terlalu banyak karakter yang ditampilkan sehingga bingung untuk membagi porsi antar yang satu dengan yang lain atau memang M Yusuf dan timnya sedang kurang mood menulis naskah, setiap dialog yang dilontarkan "Tujuh Bidadari" lebih terdengar seperti dialog drama kabaret yang dibuat anak-anak kelas 9 SMP, jadi jangan salahkan bila pada akhirnya Gue mengatakan girlband 7B ini lebih memuakkan dibanding Al-Ghazali dan kawan-kawan dalam "13 the Haunted", karena hampir semua karakter yang M Yusuf tampilkan benar-benar menjengkelkan, jangan heran pula ketika Elo melihat karakter yang diperankan oleh Gigi Cherrybelle mati di awal permainan karena memang karakter yang Dia mainkan tidak punya alasan untuk dipertahankan, padahal Gigi adalah salah satu nama yang paling dikenal oleh masyarakat dan mendapatkan tempat spesial pada credit title diantara jajaran cast lainnya yang mati belakangan, ditambah dengan penghayatan para pemain yang jauh dari kata maksimal, bukannya dirundung rasa cemas dan peduli pada nasib anggota 7B, Gue malah menantikan momen-momen dimana para karakternya mati dibunuh satu persatu.




Namun alih alih bisa dipuaskan dengan bagaimana cara M Yusuf membunuh satu persatu karakternya itu, "Tujuh Bidadari" yang merupakan gabungan antara film slasher dan supranatural ini tidak bisa menyentuh kedua sub-genre tersebut secara maksimal. Sebagai sebuah film slasher, "Tujuh Bidadari" minim tensi, pembunuhnya jauh dari kata menakutkan, tidak ada adegan pembunuhan yang menyegarkan dan semua terasa sangat hambar. Segera setelah 7B bertemu dengan Mark Kita tahu bahwa nyawa ketujuh wanita ini ada digenggaman Mark, namun ketika Ia melancarkan aksi pembantaiannya itu, rasanya penungguan akan kematian para anggota 7B tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, tidak ada tensi ataupun rasa sakit yang didapat dari adegan pencekikan hingga pemenggalan kepala menggunakan kapak karena M Yusuf sendiri tidak mampu mengeksekusi dengan baik setiap adegan yang ditampilkan. Disisi lain sebagai horror supranatural, "Tujuh Bidadari" juga jauh dari kata mencekam dan mengerikan, sett-nya yang berlangsung di siang bolong memang dirasa sulit untuk menggali rasa takut penonton akan Aradale Lunatic Asylum, mau itu tempatnya angker, 10.000 orang mati di dalam sana, jika tidak ada pembangunan atmosfer yang berarti tempat semengerikan itu tidak akan bisa membuat penonton bergidik ketakutan. "Tujuh Bidadari" juga nampaknya kebingungan menggabungkan dua sub-genre yang dihadirkan, karakter pertama mati ditangan manusia sedangkan karakter kedua mati ditangan dedemit penunggu Aradale, formula kematian ini juga kembali terulang pada karakter ketiga dan seterusnya, membuat Gue sendiri kebingungan atas pendirian genre yang M Yusuf coba tampilkan, ini film psikopat atau setan-setanan?
Ketika hati ini sudah tidak tenang ingin cepat-cepat filmnya selesai, pertanyaan demi pertanyaan pun muncul seiring ketidak jelasan yang "Tujuh Bidadari" hadirkan, "mengapa harus ada bagian slasher dalam film ini jika bagian supranatural saja sudah cukup untuk mengeksekusi para anggota 7B?" dan "apakah filmnya ingin berkutit terlebih dahulu pada unsur slasher sebelum masuk ke dalam ranah supranatural? namun sayangnya, bagian supranatural telah lebih dahulu ikut campur ketika bagian slashernya sedang berjalan".

Dengan naskah dan penokohan yang sangat buruk, serta pengeksekusiannya yang berantakan, Gue tidak menyangka "Tujuh Bidadari" bakal sehancur ini. Jelek dan membosankan.



Rate : 1/5

Comments

  1. Bisa-bisa nya film ini dapat rate 7.0..becanda nih kayanya..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj