Review Hell Fest (2018) : Slasher Rasa Klasik Dengan Setting Yang Menarik


Sutradara : Gregory Plotkin

Penulis Skenario : Seth M. Sherwood, Blair Butler, Akela Cooper, William Penick, Christopher Sey

Pemain : Amy Forsyth, Reign Edwards, Bex Taylor-Klaus, Christian James, Matt Mercurio, Roby Attal, Tony Todd

Genre : Horror





Ketika dirilis akhir September tahun lalu, lini masa instagram Saya—yang kebanyakan diisi oleh orang-orang bule yang menyebut diri Mereka sebagai full time horror junkie—sempat heboh dibanjiri postingan mengenai film terbaru arahan sutradara "Paranormal Activity : The Ghost Dimension" Gregory Plotkin. Dalam film terbarunya itu, sutradara yang juga pernah menjadi editor film "Get Out" dan "Happy Death Day" ini kembali mengajak para pecinta horror untuk kembali bernostalgia dengan dua hal. Pertama, tema slasher klasik yang bercerita tentang seorang psikopat bertopeng yang menguntit para remaja, kedua tema "halloween horror theme park". Dengan kedua tema yang menjanjikan tersebut, horrorfreak mana yang tidak kepanasan ingin melihat film ini? Walaupun Gue harus menunggu cukup lama agar film ini bisa masuk ke dalam bioskop lokal, penantian yang cukup menyebalkan itu terbayar ketika Plotkin mampu membuat Gue teriak kegirangan di bangku jajaran paling depan. Maklum, meski suka menonton film horror, Gue belum pernah tuh mencoba untuk masuk ke dalam wahana rumah hantu, belum tau gimana sih sensasi rumah yang dibuat semenyeramkan dengan puluhan setan bohongan yang sengaja sembunyi dibalik tirai hitam untuk menakut-nakuti pengunjung. Mungkin itu juga jadi salah satu alasan yang mendasari kenapa waktu itu Gue enggak mau nonton film "Wahana Rumah Hantu" kali yaaa hahaha




Kali ini, Gue memberanikan diri untuk masuk ke dalam wahana rumah hantu yang dibuat oleh Plotkin dalam "Hell Fest", meski sudah banyak film horror dengan tema seperti ini, "The Funhouse" (1981) dan "The Houses October Built" (2014) contohnya, "Hell Fest" adalah pengalaman pertama Gue menjajal seberapa mengasyikkannya film bertema rumah hantu-hantuan. Well, "Hell Fest" nantinya akan menceritakan 6 orang remaja, Natalie (Amy Forsyth), Brooke (Reign Edwards), Taylor (Bex Taylor-Klaus), Quinn (Christian James), Asher (Matt Mercurio) dan Gavin (Roby Attal) yang menghadiri sebuah acara karnaval horror yang sedang diadakan di kota Mereka dalam rangka menyambut hari Halloween tiba, tanpa Mereka sangka ternyata Mereka harus berhadapan dengan seorang psikopat yang tiba-tiba "memburu" Mereka tanpa alasan, dimana tiga tahun yang lalu psikopat (selanjutnya Kita sebut sebagai The Other) ini juga telah melakukan aksi bejadnya dalam rangkaian tahunan karnaval Hell Fest.

Formula slasher konvensional yang Plotkin tawarkan memang bisa mematikan mood penonton yang mempunyai ekspektasi lebih untuk film ini. But what the hell?! this is an old-school slasher flick, what were you expecting? "Hell Fest" memang akan menawarkan beberapa elemen yang telah ratusan kali diterapkan dalam genre slasher, meski "Hell Fest" tak menawarkan inovasi baru dalam sub-genre ini, keutuhan filmnya sendiri bisa dinikmati lewat desain produksi jempolan yang membuat film ini terasa semakin menarik untuk dikunjungi. Sembari membangun tensi filmnya lewat pengenalan The Other yang misterius, sambil memberi kesempatan penonton untuk menebak-nebak siapa dalang dibalik pembunuhan brutal yang terjadi, Plotkin benar-benar tak lupa untuk memanfaatkan segala potensi menyenangkan yang "Hell Fest" miliki. Ia mampu mengeksplor wahana-wahana yang ada menjadi sebuah ajang kucing-kucingan yang menarik untuk diikuti, meski Gue memang merasa terror yang dihadirkan masih terasa lemah, kejutan kecil yang Plotkin berikan setidaknya mampu membuat penonton yang haus akan adegan kekerasan berdecak kegirangan.




Amy Forsyth juga mampu memberi karisma menawan sebagai "the final girl" yang pada awalnya rapuh dan ketakutan namun berubah mengganas mengikuti paruh durasinya, performa yang Forsyth berikan mampu membuat Gue setidaknya peduli pada kelemahan skenario yang memang tidak memukau sejak awal. Disisi lain, Bex Taylor-Klaus juga sukses menyita perhatian lewat gayanya yang nyentrik sebagai korban kebrutalan psikopat, meski Gue merasa performa Bex sedikit menutupi penampilan Forsyth, ada Reign Edwards yang tak disangka juga mampu menyeimbangi penampilan Forsyth dan mampu membentuk backstory yang membuat Gue pada akhirnya makin bersimpati pada final girl kita.
Jangan lupakan juga penampilan singkat dari veteran horror Tony Todd (Night of the Living Dead remake, Candyman, Final Destination) yang menjadi salah satu momen paling mengesankan dalam film ini.

Demi menyelamatkan jalan cerita agar karnaval horror ini tidak kacau, The Other memang akan fokus pada 6 remaja saja, meski sempat menunggu gebrakan body count yang The Other lakukan, Gue pada akhirnya harus cukup puas dengan beberapa tusukan yang terasa begitu cepat, namun "Hell Fest" tidak semata membuat penikmat film slasher seperti Gue kecewa karena dibanding bersenang-senang dengan bergalon-galon darah, Plotkin memang lebih memilih mengajak penonton bermain dengan kelebihan setting eye candy yang filmnya miliki, karena selain ingin menakut-nakuti penonton di bangku bioskop, "Hell Fest" juga ingin mengajak penonton untuk bersenang-senang di dalam karnaval neraka yang Ia buat.




"Hell Fest" pada akhirnya tak akan terlalu serius layaknya film slasher yang mencoba untuk membangun ketegangan lewat coba-tebak-siapa-yang-ada-dibalik-topeng yang berujung pada kegagalan karena penulisan naskahnya yang kurang maksimal, karena disamping meneror penonton lewat serentetan penguntitan yang The Other lakukan, para penonton lebih diberi kesempatan untuk bisa menikmati "Hell Fest" sampai bagian pojokan bagunannya dibanding fokus pada siapa yang ada dibalik topeng psikopat Kita. Ngomong-ngomong soal siapa itu The Other, penyelesaian yang "Hell Fest" lakukan meski bukan sebuah inovasi yang brilian, mengingatkan Gue pada film "Creep" arahan Patrick Brice yang menyampaikan bahwa Mereka (read; psikopat) melakukan itu semua demi kesenangan dirinya semata.

"Hell Fest" memang tak akan menyajikan ketegangan tingkat tinggi layaknya slasher klasik "Halloween" (1978), penulisan brilian seperti "Scream" (1996) dan tak akan menampilkan kebrutalan-banjir-darah-eksplisit ala "Hatchet" (2006), namun bila Elo tipe orang yang rela menyediakan waktu untuk bersenang-senang melihat sekelompok remaja bodoh yang diuntit oleh psikopat bertopeng yang dengan senang hati mengejar dan menancabkan pisau tajam di perut Mereka, well... Welcome to "Hell Fest"!


Rate : 3/5

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj