Review Josep (2020) — EOS 2020

Sutradara : Aurel

Penulis skenario : Jean-Louis Milesi

Pengisi suara : Bruno Solo, Sergi López, David Marsais, Gerard Hernandez

Genre : Animasi, Biografi

Negara : Perancis
















***

This film screened at Europe on Screen 2020

***

Sejatinya sifat sebuah film itu universal. Bagi Saya sendiri film adalah bentuk pengekspresian diri, pikiran serta perasaan yang dilakukan oleh pembuatnya, baik itu fiksi atau dokumenter, live action atau animation, apapun itu bentuknya. Format animasi sendiri adalah sebagai media ekspresif tanpa batas yang bisa mewujudkan gagasan-gagasan yang tidak bisa dimunculkan lewat pengambilan gambar secara konvesional. Namun dewasa ini, akibat kepentingan komersial yang mendominasi pasar, film animasi secara umum sering kali digeneralisasikan sebagai sebuah tontonan yang hanya ditunjukan untuk kalangan anak-anak. Studio besar macam Pixar, Disney dan DreamWorks yang walau pada beberapa kasus filmnya seperti "Up", "Zootopia", dan "Shrek" masih tetap dibuat agar bisa dinikmati oleh hampir segala pihak bukan hanya anak-anak, fakta menunjukan bahwa animasi khusus dewasa kian hari makin tergeserkan. 

Padahal jauh sebelum animasi panjang CGI "Toy Story" menginvasi perfilman modern, animasi khusus dewasa ini sudah menjadi media ekspresif yang lumrah, lihat saja bagaimana reaksi ketika "Sausage Party" dirilis pada tahun 2016 dan seakan hampir semua orang menganga dibuat karenanya. Kita lihat kembali kebelakang dimana Ralph Baksi masih rajin membuat film, karyanya seperti "Fritz the Cat", "Heavy Traffic" hingga "Wizards"  menginput segala konten eksplisit, mulai dari kata-kata sumpah serapah hingga adegan orgy hewan yang "menjijikan".

Beruntunglah, ditengah gempuran generalisasi animasi, banyak animator dari luar (dan dalam) Hollywood secara konsisten tetap memberikan suguhan animasi yang berdiri tegak seperti sifatnya asalnya yang tak tergeruk oleh kepentingan komersial. Mamoru Oshii, mendiang Satoshi Kon, Wes Anderson, Marjane Satrapi, Martin Rosen, Sam Liu adalah beberapa nama lain yang berada dalam industri ini. 


"Josep" karya sutradara Aurel, merupakan salah satu diantaranya. Film ini akan mengisahkan tentang kehidupan pelukis asal Spanyol Josep Bartoli (Sergi López) yang lahir pada tahun 1910 di Barcelona dan tutup usia pada tahun 1995 di New York, namun alih-alih mengadaptasi biografinya sebagai seorang ilustrator sukses, Aurel akan membawa film animasi 70 menitnya ini menjadi tontonan penuh rasa sakit dan penderitaan ketika Bartoli masuk ke kamp konsentrasi (semacam kamp pembasmian) pada tahun 1939 di Perancis ketika perang saudara terjadi di Spanyol. 

Menggeser sebentar karakter titulernya, Aurel akan memfokuskan filmnya pada seorang prajurit (Bruno Solo) yang mengawasi kamp tersebut dimana Ia memiliki rasa kepedulian lebih terhadap para tahanan Spanyol yang mendapat siksaan dan perlakukan tak berkeprimanusiaan yang dilakukan oleh prajurit lainnya. Kisahnya nanti dibentuk lewat narasi analepsi (flashback) ketika seorang remaja (David Marsais) menjenguk kakeknya yang sekarat (Gerard Hernandez), yang ternyata adalah prajurit yang mengawasi kamp konsentrasi tempat Bartoli ditahan.


Akan ada perbedaan pada teknik animasi dan transisi yang menonjol pada filmnya, ini tidak lain untuk membedakan antara masa lalu dan masa sekarang yang terjadi dalam filmnya. Adegan kilas balik digambarkan dengan ilustrasi yang lebih gelap dan rumit, penggunaaan warna-warna netral dilalukan agar esensi agegan-adegan masa lalu itu bisa tersampaikan dengan baik pada penontonnya. Detailnya juga terbilang lebih mencolok dibanding dengan ilustrasi pada masa sekarang, pengambaran tiap adegan di kamp konsentrasi dibuat semengerikan seperti seharusnya. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah gambar ilustrasi teman Bartoli yang mati dengan posisi tangan terikat pada sebuah tiang, juga salah satu prajurit yang sering digambarkan sebagai manusia berkepala babi oleh Bartoli. Sedangkan, ketika film ini berada dalam masa sekarang dan masuk ke dalam masa depan, Aurel menggunakan warna-warna cerah yang bertentangan dengan pilunya adegan yang terjadi di tahun 1939.


"Josep", meski jauh bila disandingkan dengan "Grave of the Fireflies"-nya Ghibli atau "Waltz with Bashir"-nya Israel, tetap merupakan sebuah film anti-war yang menakjubkan sekaligus mengerikan, kuat dan dapat memikat secara emosional meski durasinya terbilang sebentar. Diiringi dengan gubahan musik megah karya Sílvia Pérez Cruz, "Josep" merupakan tribut kisah hidup mengerikan yang berakhir dalam kebahagiaan. Pure art!



Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj