Review Tender (Tendre) (2020) — FFD 2020

Sutradara : Isabel Pagliai

Genre : Dokumenter

Negara : Prancis






















***

This film screened at Festival Film Dokumenter Jogja 2020

***


Pada suatu hari di musim panas di tepi sebuah danau, Mia (11) yang seolah mengetahui segalanya, meminta kepada Hugo (15) untuk menceritakan semua tentang mantan kekasihnya terdahulu, Chaïnes. Hugo menyatakan bahwa dia tidak benar-benar mencintai Chaïnes namun Mia tetap bersikeras. Tanpa disadari kenangan pun mengapung ke permukaan, Hugo kembali mengingat momen beberapa bulan kebelakang ketika Mereka berdua, bermain, bersenda gurau hingga diolok-olok orang yang lewat. Waktu berlalu, entah perginya kemana, yang tinggal hanyalah kenangan. Semuanya terjadi di satu tempat : danau tersebut. 


Ada satu hal yang tak Saya mengerti selepas melihat "Tender" karya Isabel Pagliai meski bentuk perasaan yang coba Ia tunjukan tersampaikan dengan jelas. "Tender" adalah tentang sebuah obrolan, kesunyian, sebuah tempat dan kenangan yang memunculkan nostalgia bagi para subjeknya. Meski dengan pendekatan yang cukup membingungkan untuk sebuah dokumenter, juga dengan substansi yang tak mudah dicerna hanya dengan didengar dan dipikirkan, Isabel memahat filmnya ini dengan momen-momen dan blok waktu sederhana yang membantu penontonnya menangkap perasaan yang coba disampaikan oleh filmnya. Meski terasa membosankan, apalagi bagi Saya yang tak mengetahui arti dari bentuk film ini secara utuh, tatanan sinematografi yang disuguhkan membantu pandangan tetap terarah sampai filmnya selesai.



Isabel menggabungkan pendekatan fiski dalam pembuatan dokumenter dengan narasi yang dibangun tanpa kejelasan tahapan alur di dalamnya, ini membuat "Tender" bukanlah film yang bisa dinikmati oleh semua orang. Tutur bahasa dan tema masa kanak-kanak yang coba Isabel gali memang memikat namun dalam beberapa titik, ketika ucapan-ucapan yang disampaikan para subjeknya keluar seketika itu pula penonton akan dibuat merasa kebingungan dengan isi yang coba disampaikan oleh filmnya, namun sekali lagi ; pembangunan suasana menyelamatkan segalanya.


Mengesampingkan pembahasan narasi dalam film ini, tangkapan waktu yang ada dalam "Tender" telah membantu Saya setidaknya memahami kelembutan yang coba disampaikan oleh filmnya. Berpadu dengan satu tempat yang menjadi titik utama konflik dalam filmnya ; cahaya matahari yang cerah di siang hari dan senja yang menenangkan membentuk intimasi yang sejalan dengan kisah subjeknya. 



Meski pada akhirnya Saya tak bisa menangkap apa yang sebenarnya terjadi dalam "Tender", tak bisa menyatu dengan momen-momen yang mencampuradukan isi hati para subjeknya, namun akhirnya Saya paham bahwa apa yang coba disampaikan film ini bukan hanyalah sekedar cerita yang bisa didengar atau ditangkap masuk ke dalam pikiran selepas menonton filmnya. Dengan cara yang sangat sederhana, Isabel membawa Saya masuk ke dalam kenangan orang lain yang tak Saya pedulikan namun berhasil membuat Saya merasakan kehangatan yang ada di dalamnya. Kenangan manis pada masa silam yang terjadi di sebuah tempat itu memunculkan kerinduan mendalam pada sesuatu yang sudah tidak ada sekarang dan itu benar-benar hal yang menyedihkan.





Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj