Review Dongeng Mistis (2018) : Pocong, Sundel Bolong, Genderuwo Dan Makhluk Halus Lainnya Dalam Omnibus Horror Renee Pictures

Sutradara : Ihsan Fadli, Achmad Romie, Kristian Panca Nugroho, Orizon Astonia, Vicky Ray, Andra Fembriarto

Pemain : Dea Ananda, Gandhi Fernando, Putri Ayudya, Maryam Supraba, Ade Firman Hakim, Btari Chinta, Kiky Armando

Genre : Horror






Film horror Indonesia, walaupun sudah mengalami sedikit perbaikan dari citranya yang terlampau mesum dan absurd nyatanya masih tetap belum mampu tampil memuaskan ketika filmnya telah dipresentasikan. Yaelah, ternyata walaupun KKD telah memangkas unsur mesum dan komedi garing dari filmnya, tetap saja kualitas film-filmnya masih terbelakang, pun begitu pula dengan banyaknya film horror lokal yang nampaknya tiap hari makin menjadi primadona di kalangan masyarakat, mulai dari "The Secret : Suster Ngesot Urband Legend" hingga "Jailangkung 2" yang tampil lebih buruk dari film pertamanya, sumua laku keras di pasaran. Nampaknya horror memang genre yang paling menjanjikan untuk dijadikan ladang uang, setiap bulan pasti selalu saja ada sajian baru, entah itu horror yang menjanjikan atau horror yang ditonton hanya untuk ditertawakan, termasuk dengan kembalinya si buyut perfilman horror kacrut Nayato yang kini makin kurang produktif saja (syukurlah, Gue jadi gak keseringan buang-buang duit) lewat "Wengi : Anak Mayit" yang akan beradu kebolehan dengan film lanjutan "Arwah Tumbal Nyai" milik Raffi Ahmad, yap! dua film horror yang dari tampilan luarnya saja sudah tidak meyakinkan (bahkan tanpa melihat materi promosinya bila Kita mendengar nama Nayato dan Raffi, pikiran Kita sudah kearah yang engga-engga) akan dirilis diwaktu yang bersamaan, sungguh sebuah kabar yang cukup membuat pening dikepala karena Gue harus menentukan mana yang harus Gue tertawakan (tonton) di bioskop. Inget! Gue hanya akan menonton salah satunya saja! bukan karena duit Gue tidak cukup untuk membeli tiket keduanya, bukan juga karena takut waktu berharga Gue mubazir sia-sia karena menonton film Mereka berdua, berdasarkan pengalaman pahit ketika menonton film-film tipe jenis ini, Gue hanya belum siap kembali mendapatkan efek samping yang berlebihan kalau Gue harus melakukan maraton nonton horror kacrut buatan Nayato dan Raffi Ahmad, bahkan sepertinya Gue harus menyiapkan kantong muntah sebanyak mungkin bila Gue sudah punya pilihan mau nonton yang mana, "Nyai" atau "Wengi"? Ada saran?

Beruntunglah, ditengah gempuran film horror minim kualitas yang makin merajarela, tahun ini Kita masih bisa mendapatkan sajian penuh kualitas lewat "Kafir : Bersekutu Dengan Setan" hingga "Sebelum Iblis Menjemput" yang tampil dengan begitu biadab, namun bila melihat dari banyaknya film horror lokal yang dirilis tahun ini, Gue memang lebih sering dikecewakan dari pada dipuaskan, datang ke bioskop berharap bisa menaikan mood setelah seharian lelah bekerja, nyatanya Gue harus mendapat efek sakit kepala, muntah hingga mulut nganga berbusa ketika menonton film horror racikan Hanny R. Saputra (Sajen, Bisikan Iblis), bahkan Muhammad Yusuf yang sebelumnya tampil gemilang lewat "Kemasukan Setan", "Angker" dan "Misterius" juga tak mampu mempertahankan nama kebesarannya ketika Ia membuat film "Tujuh Bidadari" yang hancur lebur berantakan. Ada apa dengan Mereka? Mengapa kualitas film horror terbaru yang Mereka buat sangat jauh berbeda dengan karya Mereka yang sudah-sudah?




Hadirnya "Dongeng Mistis" seakan menjawab semua pertanyaan Gue selama ini, ketika sutradara yang dulu pernah membuat film horror bangsat macam "Pocong 2", "Angker", "Mirror" dan "Keramat" kini malah ikut-ikutan menganut Nayatoism yang tidak jelas dan jelas-jelas tidak seram, Renee Pictures akhirnya kembali lewat sajian horror yang digawangi oleh sutradara debutan layaknya Ginanti Rona yang memulai karir penyutradaraan film solo panjangnya lewat "Midnight Show", namun kali ini Renee Pictures bukan hanya menampilkan satu sutradara muda dengan segudang potensi, ada enam orang sutradara sekaligus yang akan menampilkan kemampuannya dalam menyajikan kisah horror dalam berbagai segmen film pendek. Ya, "Dongeng Mistis" merupakan sebuah film omnibus yang merupakan gabungan dari beberapa film pendek, hal serupa yang bisa Kita jumpai dalam film horror "V/H/S", "Takut : Faces of Fears" dan "Hi5teria". Keputusan Renee Pictures untuk memberi wadah kepada enam orang sutradara baru ini memang cukup tepat, semoga dengan bertambahnya sineas film horror lokal yang kompetitif akan semakin mampu memperbaiki citra perfilman horror Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Lalu, apakah keenam sutradara ini berhasil menampilkan horror yang "bangsat"?

"Dongeng Mistis" sendiri akan menampilkan 6 film pendek dimana masing-masing filmnya akan menampilkan terror makhluk halus lokal mulai dari Pocong, Sundel Bolong, Genderuwo, Begu Ganjang, Bajang dan Lehak, berdasarkan informasi yang Gue tampung dari Rasyid Harry "Movfreak" (juga menjadi produser Dongeng Mistis) makhluk halus yang disebutkan terakhir merupakan hantu lokal baru gabungan dari beberapa budaya-budaya yang ada di daerah Nusantara.




Film pembuka omnibus kali ini adalah "Sundel Bolong" karya Ihsan Fadli, sangat disayangkan sekali Gue harus kehilangan beberapa menit diawal karena masuk ke dalam bioskop agak telat, tapi itu tidak mempengaruhi sama sekali kecintaan Gue terhadap segmen yang satu ini. Kisahnya akan berkutit pada seorang ibu hamil (Maryam Supraba) yang harus menghadapi muslihat sundel bolong dalam menjebak korbannya. "Sundel Bolong" bukan hanya akan menampilkan terror hantu mengerikan layaknya sebuah film haunted house kebanyakan, memang masih akan ada trik klise seperti barang-barang yang tiba-tiba pindah tempat atau lampu yang mati dengan sendirinya, namun "Sundel Bolong" mampu mengikat semua hal tersebut kedalam rasa kengerian yang maksimal berkat naskah yang solid, penokohan matang serta visualisasi yang mengagumkan, tone color yang digunakan mengingatkan Gue akan film-filmnya Dario Argento, bukan hanya indah untuk disaksikan tapi juga mampu menimbulkan atmosfir yang kuat untuk membuat penonton merinding ketakutan. "Sundel Bolong" merupakan pembuka yang manis, menggiurkan dan bangsat!




Lanjut pada segmen kedua, Gue disodorkan dengan tontonan yang sedikit membuat gue ragu. Pocong? Iya, denger namanya saja sudah seram, tapi apakah "Pocong" garapan Achmad Romie ini masuk kedalam film pocong yang menyeramkan? Seorang Ustadz (Kiky Armando) sedang dalam perjalan pulang setelah selesai mengajar ngaji, melewati kebun yang gelap, Ustadz kemudian diganggu oleh sesosok pocong. Melihat film pendek ini, Gue langsung teringat dengan film-film pendek indie yang sliweran di situs Youtube, "Pocong" merupakan sebuah film yang murni hadir untuk menakut-nakuti. Adrenalin Gue mulai bergejolak ketika si pocong mulai menampakan wujudnya dalam keadaan yang samar-samar, "Pocong" mampu membuat Gue merinding ketakutan ketika pocongnya sendiri menakut-nakuti bukan lewat jump scare seperti yang Kita temukan dalam beberapa film pocong belakangan, psikologis penonton dibuat kacau ketika seorang ahli agama diceritakan juga mempunyai sisi lemah terhadap hal ghaib yang menimpanya, kalau Ustadz saja lari kecar-kecir ketika diganggu pocong, bagaimana dengan Kita? Mungkin itulah hal yang Achmad Romie coba sampaikan kepada penonton, "Pocong" bukan hanya sukses menjaga citra pocong sebagai hantu lokal terseram, namun juga mampu membuat nyali Gue menciut kalau pulang malem lewat kebun di belakang rumah, emang bangsat nih, si Achmad Romie ini!




Bila melihat pendekatan yang "Bajang" lakukan, memang akan terlihat sedikit berbeda dengan dua segmen sebelumnya. Film karya Kristian Panca Nugroho ini akan bercerita tentang seorang wanita (Putri Ayudya) yang baru saja menggugurkan kandungannya karena kekasihnya (Ade Firman Hakim) tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Layaknya "Sundel Bolong", "Bajang" juga memiliki visualisasi yang cukup memikat, alurnya yang terbilang merangkak memang didasari karena film ini lebih akan menekankan pada pembangunan karakter yang nantinya berujung pada terror mengerikan dari sosok hantu berwujud anak kecil. Dari semua segmen yang ada, "Banjang" memang merupakan segmen dengan kualitas akting yang paling memuaskan, namun untuk urusan menakut-nakuti harus Gue akui kalau "Bajang" masih kalah seram bila dibandingkan dengan film garapan Ihsan Fadli dan Achmad Romie.




Melihat kembalinya "Genderuwo" ke layar lebar tentu merupakan suatu hal yang langka, ketika penonton sudah merasa bosan dengan tontonan kuntilanak dan setan muka tongseng basi, "Dongeng Mistis" memang sebuah alternatif yang cukup menjanjikan, walaupun segmen buatan Orizon Astonia ini punya banyak kelemahan dari segi departemen produksi, termasuk desain genderuwonya yang terlihat seperti boneka arak-arakan di jalan, namun menyaksikan Dea Ananda diterror oleh sosok genderuwo merupakan sesuatu yang menyegarkan, cara yang dilakukan Orizon dalam menakut-nakuti penonton memang terbilang kacangan, namun siapa sangka jump scare-nya berjalan begitu efektif dan menyenangkan.




Apa itu begu ganjang? Tema pengeksplorasian hantu dari tanah batak ini menjadi ide dibuatnya segmen "Begu Ganjang". Lewat seorang reporter (Gandhi Fernando) Kita akan diajak untuk memahami, apa itu begu ganjang, bagaimana bentuknya, apa tujuan dan akibat dari terror begu ganjang itu sendiri, film garapan Vicky Ray ini bisa dibilang punya sesuatu yang menjanjikan bila dilihat dari keputusannya untuk mengangkat mahluk halus yang belum pernah diangkat ke layar lebar, walaupun lagi-lagi lemah dalam mempersentasikan sosok hantunya, "Begu Ganjang" setidaknya masih mampu membuat Gue duduk betah memahami misteri yang coba Vicky sampaikan lewat keluarga Pak Kuning.




Segmen terakhir, "Lehak" walaupun menonjol dari segi penggarapan, menarik dari segi visual dan menampilkan warna-warni yang memukau, namun sangat minim dari segi penggalian cerita. Bisa dibilang, "Lehak" merupakan segmen dengan unsur budaya yang paling kuat dibanding segmen-segmen lainnya, namun kurangnya pengeksplorasian baik alur yang coba disampaikan maupun penokohan para karakternya membuat penonton malah kebingungan, sebenarnya apa maksud dari segmen penutup karya Andra Fembriarto ini? Gue hanya bisa menangkap bahwa tarian pemanggil lehak ini pamali dan berbahaya untuk dilakukan tanpa mengerti lebih dalam maksud dan tujuan dari setiap adegan dari "Lehak" ini.




Tentu, "Dongeng Mistis" masih jauh dari kata sempurna, namun ditengah gempuran film horror minim kualitas yang kini makin marak dipertontonkan di bioskop, "Dongeng Mistis" adalah salah satu alternatif horror menyenangkan untuk para genre fans-nya, film ini layaknya sebuah bungkusan-bungkusan kecil yang akan membuat Pocong, Sundel Bolong dan hantu-hantu lokal lainnya tersenyum lebar dialam sana, sebuah omnibus yang begitu menarik dan sangat sayang untuk dilewatkan. Jika ditanya mana bagian yang paling Gue favoritkan, tentu jawabannya adalah "Sundel Bolong" karya Ihsan Fadli, Gue akan dengan sangat senang hati membeli tiket lagi bila si sundel bolong dengan sepatu hak tinggi ini kembali diangkat ke layar lebar. All hail dispenser and sundel bolong!



Rate : 3,5/5


PS : Mencari jawaban atas kebingungan yang sudah Gue ungkapkan diparagraf awal "mana yang harus Gue tonton? "Arwah Tumbal Nyai : Part Nyai" atau "Wengi : Anak Mayit"? sebutkan pilihan Lo dikolom komentar.

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj