Review Gaucho Americano (2021) — SANFIC 2021

Sutradara : Nicolás Molina


Genre : Dokumenter


Negara : Chili













***

This film screened at Santiago International Film Festival 2021

***


Sebuah hal atau dalam konteks tulisan ini adalah genre, mampu memengaruhi satu generasi. Sebut saja film "Night of the Living Dead" karya George A. Romero yang dirilis pada tahun 1968, mampu mengubah stigma dari bentuk lampau zombie yang dahulunya adalah ritual pembangkitan mayat menggunakan ilmu hitam menjadi monster invasif pemakan daging manusia yang sering berkaitan dengan kehancuran dunia, atau bisa disebut juga sebagai zombie apocalypse. Genre ini berkembang pesat dari masa kemasa dengan formula yang sama, dan membentuk "aturan" kokoh di dalam industri itu sendiri.


Sama hal-nya dengan zombie, cowboy yang sering menjadi unsur utama dalam kebanyakan film Western juga memiliki stigma serupa. Dengan pakaian dan aksesoris khasnya, cowboy sering kali terlihat dalam film dengan aksi yang menegangkan. Namun secara umum cowboy merupakan sebutan yang diberikan kepada penggembala ternak di Amerika Utara, sedangkan di Amerika Selatan (Uruguay, Rio Grande do Sul di Brazil dan daerah Patagonia di Chili dan Argentina) Mereka disebut sebagai gaucho. Dalam film "Gaucho Americano" inilah, Kita akan menyelami sisi asli dari penggembala ternak asal Amerika Selatan yang bermigrasi ke Utara.



Adalah Joaquín Agüil (54) dan Victor Jara (28) dua gaucho dari generasi berbeda yang pergi meninggalkan kampung halamannya di Chili untuk menjadi penggembala domba di lahan terbuka di pegunungan Idaho di Amerika Serikat, dengan harapan Mereka bisa mendapatkan banyak uang untuk membeli lahan peternakan Mereka sendiri. Dokumenter ini nantinya tidak hanya akan mengobservasi kegiatan dua gaucho ini dalam menjalankan tugas, namun juga menangkap pertemuan Mereka dengan rekan kerja asli sana dan bagaimana usaha Mereka dalam mengatasi kesulitan bahasa dan gaya hidup yang berbeda.


Film yang sinematografinya ditangani langsung oleh sang sutradara, Nicolás Molina ini begitu memukau dari berbagai sisi. Dengan paduan warna dan lokasi yang mencengangkan, Kita akan diajak menengok landscape lahan ternak dengan sorotan yang begitu luas. Kesempatan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah ini menjadi sumber terkuat untuk filmnya, tajam dan menghionotis dengan iringan musik khas karya Angel Parra yang terbilang cukup melankolis. Namun inilah masalah yang justru Saya hadapi ketika menonton dokumenter berdurasi 1 jam 15 menit ini.



Keadaan memang sulit bagi kedua gaucho ini, Nicolás mencoba membagikan dua kisah dengan sisi yang berbeda dalam filmnya. Joaquín yang sudah berumur setengah abad, ternyata cukup kewalahan untuk menjaga domba-domba hingga terkadang Ia kehilangan beberapa domba dalam pengawasannya. Sedangkan Victor yang lebih muda, menjadi buah bibir bos karena kinerjanya, bahkan salah satu adegan paling menohok dalam film ini adalah ketika Victor berhasil menembak singa gunung dari atas pohon, lagi-lagi ini direkam dengan penuh ketelitian oleh sang sutradara. Joaquín bergulit dengan masalah keluarganya lewat telepon genggam dan cenderung tak terlalu menjalin hubungan dengan rekan-rekan kerja Amerika-nya, lain pihak dengan Victor yang lebih terbuka dan bersemangat, semua komponen menarik ini sayangnya dipresentasikan dengan sangat lambat, membuat filmnya terasa dua kali lipat lebih lama.



Apabila Nicolás mampu membuat dokumenternya ini lebih menarik dengan segudang komposisi yang sudah ada tadi, "Gaucho Americano" bisa saja menjadi salah satu dokumenter unggulan tahun ini. Sayang beribu sayang, cantiknya tatanan sinematografi tak mampu menutupi beratnya alur yang Nicolás bawakan padahal sisi kesedihan yang ditimbulkan oleh konsep kerasnya hidup penggembala migran ini sudah tersampaikan dengan baik. Andai saja backstory kedua objeknya lebih ditonjolkan, mungkin Saya tidak akan ditelan rasa kantuk berlebihan akibat kebosanan.


Film ini pertama kali tayang dalam Hot Docs Canadian International Documentary Festival 2021 awal april lalu dalam kompetisi utama International Spectrum.




Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj