Review Option Zero (La Opción Cero) (2021) — SANFIC 2021

Sutradara : Marcel Beltrán

 

Genre : Dokumenter

 

Negara : Kuba 













***

This film screened at Santiago International Film Festival 2021

***






Ini adalah bagian kisah memilukan dari ribuan warga Kuba yang mencari kehidupan lebih baik di masa depan. Mereka rela menyebrangi lautan menggunakan perahu kecil untuk bisa mendarat di Florida, Amerika Serikat. Namun, sejak jalur tersebut ditutup Mereka harus menempuh jalur lain : pergi melalui jalur udara ke Guyana lalu menempuh jalur darat melalui Brazil atau Venezuela kemudian Kolombia. Kisah yang tertangkap oleh sutradara Marcel Beltrán ini adalah Mereka yang terdampar di sebuah penampungan migran. Para warga Kuba yang kurang beruntung tersebut pergi dari Kolombia melewati hutan Darién Gap menuju Panama dengan harapan bisa segera menuju negeri Paman Sam. Namun pada awal tahun 2017, diakhir masa jabatannya, Presiden Barack Obama mengakhiri kebijakan "wet feet, dry feet" yang mempercepat residensi bagi warga Kuba di Amerika. Ratusan orang ini kemudian terjebak dalam limbo migrasi : tanpa uang, berstatus ilegal di Panama, putus harapan, deportasi menunggu di depan mata.

 


Interpretasi judulnya bisa saja terbagi menjadi dua, yakni hidup di negara sendiri bukan merupakan keputusan yang baik. Dan yang kedua untuk bisa memulai kehidupan baru di negara lain, sudah tidak ada opsi pilihan. Beltrán mendekati para migran di penampungan dengan kondisi yang memilukan : tenda-tenda rapuh berjejer di bawah pepohonan, yang lainnya bisa tidur berbarengan di dalam ruangan dengan kasur tipis sebagai alasnya. Tetapi, apa yang membuat dokumenter ini menohok adalah rekaman ponsel para migran ketika Mereka pergi melewati salah satu hutan paling berbahaya di Amerika Selatan. Beltrán mengumpulkan total 100 jam rekaman yang mendokumentasikan bagaimana perjuangan para migran ini dalam mencapai tujuan Mereka.




Tercengang melihat jalur yang begitu ekstrim, namun Saya dikuatkan dengan bagaimana orang-orang ini tetap mempunyai semangat yang besar tanpa terlihat ada beban. Mereka masih bisa tersenyum dan tertawa bahkan diantaranya dengan bangga menyiarkan siaran langsung tentang perjalanan Mereka ke media sosial untuk mendapat dukungan dari orang banyak. Potret memilukan namun menyentuh ini dipresentasikan oleh Beltrán dengan baik meski terkadang fokusnya tak bisa diam pada satu titik.

 


Gabungan dari rekaman-rekaman itu tak hanya memiliki nilai yang menarik untuk diikuti, namun juga berfungsi sebagai jejak waktu atas kemalangan orang-orang pribumi yang sudah putus asa akan negaranya, dan menjadi cerminan krisis sosial yang begitu besar bagi negara Kuba. Meski selingan rekaman pengungsi di Panama menjadi kelemahan tersendiri untuk film ini karena proses pemberian informasi yang kurang mengandung emosi, tak mematahkan fakta bahwa sususan footage amatir yang Beltrán lakukan penuh dengan kejutan yang menyentak serta gambar yang mengganggu secara psikis. Meski begitu, presentasi yang Beltrán bawakan seharusnya masih bisa diolah menjadi sesuatu yang lebih menarik. Tidak mesti visioner, yang penting tetap bisa membuat penonton terkoneksi antar dua bagian yang menjadi bahan utama filmnya : video ponsel si subjek dan rekaman yang Ia tangkap langsung di kamp penampungan.




Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj