Review The House With A Clock In It's Walls (2018) : Mencoba Bermain Di Luar Zona Nyaman

Sutradara : Eli Roth

Penulis Skenario : Eric Kripke

Pemain : Jack Black, Cate Blanchett, Owen Vaccaro, Renee Elise Goldsberry, Sunny Suljic, Kyle MacLachlan, Lorenza Izzo

Genre : Fantasy, Horror, Kids






"The House With A Clock In It's Walls" merupakan sebuah film fantasi-horror anak-anak yang diangkat dari novel tahun 1973 berjudul sama yang ditulis oleh John Bellairs, berkisah tentang seorang anak yatim piatu berusia 10 tahun bernama Lewis (Owen Vaccaro) yang datang ke New Zebedee, Michigan untuk tinggal bersama sanak saudara yang belum pernah Ia temui sebelumnya. Paman Jonathan (Jack Black), begitulah Lewis memanggilnya. Ada sesuatu yang aneh memang dengan Paman Jonathan, selain cara berpakaiannya yang nyentrik, rumah besar dengan pagar besi yang tak kalah besar pula itu konon adalah tempat bekas pembunuhan, dipenuhi pula oleh banyak benda antik dan creepy, mulai dari patung menyeramkan hingga puluhan jam yang saling berdetik satu sama lain diwaktu bersamaan, keanehan semakin menyelimuti rumah besar tersebut ketika Lewis tahu bahwa Paman Jonathan selalu berkeliling rumah setiap malam tiba sambil membawa sebuah kapak.
Sebelum lebih jauh membahas "House With A Clock", mari kita berkenalan terlebih dahulu dengan para pembuatnya, film ini disutradarai oleh Eli Roth yang telah mendedikasikan hidupnya dengan membuat film-film horror keras berdarah-darah seperti "Cabin Fever", "Hostel", "Knock Knock" dan "The Green Inferno". Perubahan yang cukup menukik tajam dalam sejarah karirnya ini akan menjawab apakah Roth mampu bermain dengan baik diluar zona nyamannya sendiri atau tidak? Setelah awal tahun ini Ia membuat film yang jauh dari kata "horror" lewat "Death Wish", Roth kini kembali pada genre horror namun dengan sentuhan yang lebih halus dibanding film-film buatannya terdahulu, dengan membuat "House With A Clock", Roth mencoba untuk membuat sebuah tontonan horror yang dibungkus dengan balutan fantasi agar bisa dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.




Filmnya bersetting di tahun 1955, hal yang cukup menarik untuk ukuran sebuah film fantasi anak-anak. Jika menilik dari konsep yang ditawarkan, "House With A Clock" akan terdengar seperti sebuah dongeng sebelum tidur dengan segala keajaibannya. Masalah terbesar yang dilakukan "House With A Clock" adalah tidak mampu bermain-main dengan segala materi yang telah ada, rumah besar nan creepy dengan misteri jam yang ada di dinding dibiarkan tergeletak begitu saja, tak disentuh secara maksimal hingga ke pertengahan durasinya. Film yang skenarionya ditulis oleh Eric Kripke ini lebih berfokus pada interaksi antar karakter yang dieksekusi dengan begitu lambat, sebuah permulaan yang begitu hambar dan terlalu membosankan. Kita memang akan disuguhkan dengan berbagai macam keajaiban ketika memasuki rumah Jonathan, namun hal yang menjadi sorotan utama dalam paruh awal film ini bukanlah soal bagaimana karakter utama kita, Lewis memecahkan misteri atas tingkah laku aneh pamannya yang selalu mencari sesuatu di dinding rumahnya setiap malam tiba, kisahnya malah terlalu memperioritaskan pada kehidupan Lewis di kota barunya, Ia pergi bersekolah, bertemu dengan teman baru dan kemudian kita tahu bahwa Jonathan merupakan seorang warlock dan akhirnya Lewis mempelajari ilmu sihir dari Pamannya tersebut. "House With A Clock" rasanya telah membuang waktu bersenang-senangnya, mengapa keajaiban rumah milik Jonathan tidak bisa dijadikan sebagai "arena bermain yang menyenangkan" untuk Lewis dalam menjalani kehidupan barunya? Gue sendiri belum pernah membaca novel yang menjadi materi film ini, apakah filmnya keluar dari jalur buku dan bermain dengan caranya sendiri atau memang mengikuti setiap lembaran yang Bellairs tulis? namun dari apa yang Gue rasakan, "House With A Clock" terlalu membosankan untuk ukuran film fantasi anak-anak.




Selain bertele-tele diawal, "House With A Clock" nampaknya kekurangan amunisi untuk membuat penonton tertawa. Ada banyak banyolan yang selalu diulang dan tidak mengalami improvisasi yang begitu penting. Hanya ada ejek-ejekan dari Jack Black dan Cate Blanchett yang berperan sebagai Florence Zimmerman, tetangga sekaligus teman karib Jonathan yang entah sudah terlontar berapa kali, "banyak ngomong lu, cangkang telor!" "eh elo dasar bantal kostan!" "anjir ya lo kalo ngomong, dasar kesetan wc!", kira-kira seperti itulah, belum lagi adegan singa topiary yang suka buang hajat secara sembarangan, juga terus Roth lakukan secara berulang-ulang, mencoba untuk memancing gelak tawa namun sayangnya tidak berhasil membuat Gue dan penonton lainnya tertawa terbahak-bahak. Performa Jack Black yang mengagumkan serta screentime Cate Blanchett yang tak terlalu banyak namun mampu memberi rasa tersendiri pada filmnya juga tidak bisa menyelamatkan penonton dari kantuk yang berlebihan.




Beruntunglah, memasuki babak akhir Roth tidak lupa untuk menaikan level horrornya, dalam artian "horror yang diciptakan untuk bersenang-senang" lewat villain yang menyeramkan, labu-labu menjengkelkan dan patung-patung bergerak layaknya pasukan zombie yang siap menyerang. "House With A Clock" seketika mulai mempunyai nyawa ketika sosok villain yang diperankan oleh Kyle MacLachlan dibangkitkan dari alam kuburnya, rasa kantuk yang sudah melanda sejak awal mulai terkikis sedikit demi sedikit ketika Roth mulai mengerti definisi dari "bersenang-senang di dalam rumah", yang sayangnya hanya disajikan pada paruh akhir filmnya saja. "House With A Clock" seharusnya bisa menjadi sebuah tontonan horror fantasi anak-anak yang menyenangkan apabila Roth tidak terlalu banyak membuang waktunya diawal untuk terlalu fokus pada pembangunan cerita yang terkesan membosankan, andai saja Roth mampu memanfaatkan keajaiban di setiap sudut rumah Jonathan dengan maksimal, "The House With A Clock In It's Walls" mungkin bisa menjadi sebuah petualangan yang penuh dengan unsur magical tak terlupakan. Sayang seribu sayang... Eli Roth bukanlah orang yang tepat untuk bermain dalam ranah penuh keajaiban.



Rate : 2,5/5

Comments

Popular posts from this blog

Review The Tag-Along : Devil Fish (Hong Yi Xiao Nu Hai Wai Zhuan : Ren Mian Yu) (2018) : Legenda Ikan Iblis Di Taiwan

Review The Grudge (2020) : Kutukan Dendam Membara Yang Seharusnya Berakhir

7 Film Horror Indonesia Terburuk Tahun 2018

Review Eden Lake (2008)

Review Arwah Tumbal Nyai "Part Arwah" (2018) : Raffi Ahmad dan Rumah Produksinya, Generasi Baru KK Dheeraj